GELORA.CO - Hadirnya aliansi strategis baru antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS) telah memicu beragam reaksi. Pro dan kontra bermunculan dari banyak negara.
Prancis, secara khusus, dibuat marah oleh AUKUS yang pada akhirnya membatalkan kontrak pengadaan kapal selam dengan Australia bernilai puluhan miliar dolar.
Sebagai sekutu, Eropa menyatakan penyesalan atas pembentukan aliansi tersebut.
China sudah pasti geram lantaran AUKUS secara implisit memang ditujukan untuk membendung pengaruh Beijing di kawasan Indo-Pasifik.
Di Asia Tenggara, beberapa negara ASEAN memiliki perbedaan pandangan dalam melihat AUKUS.
Indonesia dan Malaysia sama-sama tegas menyebutnya sebagai potensi untuk memicu perlombaan senjata nuklir di kawasan. Sedangkan Filipina berharap AUKUS bisa menjadi perimbangan kekuasaan di kawasan.
Mengapa Indonesia dan Malaysia memiliki kekhawatiran terharap AUKUS?
Mengutip dari The Conversation pada Selasa (21/9), setidaknya ada tiga hal yang menjadi ketakutan Indonesia dan Malaysia atas kehadiran AUKUS.
Perlombaan Senjata Nuklir
Banyak pihak yang berpikir, diperkuatnya Australia dengan kapal selam bertenaga nuklir akan berpotensi pada munculnya senjata nuklir di kawasan pada masa depan.
Sejauh ini, Australia sendiri belum bergabung dengan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir, yang mewajibkan para pihak sepakat untuk tidak mengembangkan, menguji, memproduksi, memperoleh, memiliki, menimbun, atau mengancam dengan penggunaan senjata nuklir.
Pemerintahan Perdana Menteri Australia Scott Morrison telah menjawab kekhawatiran tersebut dengan menegaskan pihaknya tidak memiliki rencana untuk mendapatkan senjata nuklir.
"Namun, beberapa negara ASEAN khawatir perjanjian AUKUS adalah sinyal yang jelas bahwa Barat akan mengambil sikap yang lebih agresif terhadap China dengan memasukkan Australia ke dalam klub nuklir," tulis The Conversation.
Laut China Selatan Jadi Arena Konflik
Semakin kuatnya aliansi AUKUS untuk melawan China membuat negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia khawatir jika Laut China Selatan akan menjadi arena konflik rivalitas kedua belah pihak.
Terlebih dalam beberapa waktu terakhir, semakin banyak pihak asing turut andil dalam ketegangan di Laut China Selatan, seperti kehadiran kapal perang Inggris dan Prancis.
Dalam hal ini, Indonesia dan Malaysia menyuarakan kembali Traktat Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (ZOPFAN) 1995 untuk menjauhkan senjata nuklir dari kawasan.
ASEAN Bisa Kehilangan Sentralitasnya
Pembentukan AUKUS sendiri seakan memperlihatkan bahwa negara-negara adidaya seperti AS, Inggris, dan Australia tidak mengindahkan kehadiran ASEAN di kawasan.
AUKUS secara implisit ditujukan untuk melawan China, khususnya dengan ketegangan di Laut China Selatan. Tetapi di sisi lain, ASEAN memiliki gagasan "sentralitas ASEAN", yang menyatakan mereka harus memutuskan apa yang terbaik bagi kawasan, bukan pihak asing.
"Negara-negara ASEAN sudah sangat khawatir tentang persaingan China-AS yang terjadi di halaman belakang. Dan perjanjian AUKUS yang baru memperkuat gagasan bahwa pendapat anggota ASEAN tidak terlalu penting bagi negara adidaya dan bagaimana mereka beroperasi di kawasan itu," jelas The Conversation.
Secara khusus, Indonesia dengan tegas menolak gagasan AUKUS lantaran akan memengaruhinya secara langsung. Itu karena Indonesia dan Australia berbagi perbatasan laut bersama.(RMOL)