GELORA.CO - Juru bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman, menyampaikan sikap politik Jokowi yang tegas menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Sebagaimana diketahui, wacana tersebut dikhawatirkan terealisasi lewat amandemen UUD 1945 yang sebenarnya sudah beberapa kali diamandemen sebelumnya.
"Berdasarkan pernyataan Presiden Joko Widodo pada 15 Maret 2021, 'Saya tidak ada niat, tidak ada juga minat, menjadi presiden tiga periode'. Konstitusi mengamanahkan dua periode. Itu yang kita jaga bersama. Ini adalah sikap politik Presiden Joko Widodo untuk menolak wacana presiden tiga periode maupun memperpanjang masa jabatan presiden," kata Fadjoel melalui keterangan pers via rekaman video, Sabtu (11/9/2021).
Fadjroel menjelaskan Presiden Jokowi memahami amandemen merupakan domain Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dia menyebut Jokowi setia pada konstitusi UUD 1945 amandemen pertama, yang merupakan karya terbaik dari dinamika politik kerakyatan di Indonesia.
"Presiden Joko Widodo memahami bahwa amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah domain Majelis Permusyawaratan Rakyat dan sikap politik Presiden Joko Widodo berdasarkan kesetiaan beliau pada konstitusi UUD 1945, amanat reformasi 1998 Pasal 7 UUD 1945 amandemen pertama merupakan masterpiece dari gerakan demokrasi dan reformasi 1998 yang harus kita jaga bersama," ujarnya.
Pasal 7 UUD 1945 menjelaskan presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan isu seputar penambahan periode presiden menjadi tiga periode ataupun perpanjangan masa kerja presiden saat ini tak akan dibahas dalam proses amandemen mendatang. Sebab, isu tersebut sama sekali tak pernah masuk agenda dan dibahas oleh Badan Pengkaji MPR selama ini.
"Firm, amandemen tak akan melebar selain soal PPHN (Pokok Pokok Haluan Negara). Saya jaminannya," tegas Bamsoet kepada tim Blak-blakan detikcom di gedung MPR-RI, Kamis (9/9).
Karena itu, ia meminta pihak-pihak tertentu tidak apriori dan mengedepankan rasa curiga terhadap rencana amandemen terbatas ini. Soal isu pentingnya PPHN, lanjutnya, sudah muncul sejak 12 tahun. Juga menjadi rekomendasi MPR saat dipimpin Hidayat Nur Wahid dan MPR di bawah Zulkfili Hasan.
Ada kesadaran bahwa perlu cetak biru pembangunan nasional secara jangka panjang. Hal itu untuk menjamin kelanjutan pembangunan suatu proyek agar tidak mangkrak atau tidak cuma berdasarkan selera partai dan Presiden terpilih. "PPHN ini juga untuk menaikkan visi-misi Presiden dan para kepala daerah menjadi visi-misi negara," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini.(detik)