GELORA.CO - Nursin, orang tua dari Rezkhil Khairi, satu dari 41 narapidana di Blok C2 Lapas Tangerang yang dilalap api menuturkan bahwa dirinya sempat telepon,
Nursin bahkan melakukan video call dengan sang putra yang ditahan karena kasus narkoba.
Tidak ada firasat, bahkan korban malah bercanda dengan Nursin beberapa jam sebelum kejadian.
Nursin mengaku sebelum bencana itu terjadi, dirinya sempat video call putranya yang tersandung kasus narkoba.
Dalam perbincangan tersebut, Nursin mengungkapkan permintaan anaknya.
"Semalam masih teleponan 21.00 WIB, ngobrol biasa saja," beber Nursin dikutip dari Tribunjakarta.com pada Rabu (8/9/2021).
"Setelah itu minta tolong dibelikan pulsa," katanya lagi.
Tidak ada firasat, bahkan korban malah becanda dengan Nursin beberapa jam sebelum kejadian.
"Memang saya lihat di kamar itu ramai banget banyak orang malah ketawa-ketiwi."
"Kelihatan di selnya itu ramai ya," cerita Nursin.
Nursin mengaku pasrah atas kepergian putra sulungnya itu.
"Pasrah saja sekarang, memang takdir mau diapakan lagi. Sudah terjadi," singkatnya.
Dia baru mengetahui kebakaran di Lapas Tangerang yang dihuni putranya itu dari pemberitaan.
Nursin tidak sama sekali dikabari dari pihak Lapas atas kepergian putranya itu untuk selamanya
"Awalnya lihat berita ada kabar jam 09.00 WIB," ungkap Nursin.
"Saya awalnya disuruh ke Rumah Sakit Polri, tapi saya mau ke Crisis Center dulu di sini (Lapas Kelas 1 Tangerang)," imbuh dia.
Di akhir percakapan, dia mengobrol bersama empat orang adiknya.
Rezkhil Khairi mengaku kangen dengan keluarganya.
"Nelpon lama, bisa setengah jam, 15 menit. Dia bilang kangen adik- adik."
"Feeling saya dua tiga hari ini, saya merasa kehilangan dia," kata dia lagi.
Tangis Pecah
Tangis keluarga besar korban tewas kebakaran Lapas Kelas I Tangerang, Banten pecah saat datang ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur sekira pukul 14.29 WIB.
Mereka tak kuasa menahan tangis saat melihat ke-41 kantong jenazah yang di antaranya berisi kerabat mereka dikeluarkan dari mobil ambulans lalu dibawa ke instalasi forensik.
"Tenang bu, tenang dulu," kata seorang anggota Polri saat berupaya menenangkan perempuan berusia sekitar 30 tahun yang menangis histeris.
Oleh sejumlah anggota Polri yang berjaga, perempuan kerabat keluarga korban dibawa menjauh dari Instalasi Forensik RS Polri Kramat Jati lokasi atau lokasi posko Postmortem berada.
Namun tangisnya tak langsung mereda saat melihat deretan tujuh mobil ambulans dari RSUD Tangerang dan Pusdokkes Polri yang membawa jenazah para korban kebakaran ke RS Polri Kramat Jati.
"Tolong dibantu ini didampingi dan diarahkan ke depan, ke bagian posko antemortem," ujar seorang anggota Polri lain kepada bawahannya.
Karopenmas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan ke-41 jenazah korban bakal diidentifikasi menggunakan metode Disaster Victim Identification (DVI) yang melibatkan tim gabungan.
DVI merupakan metode identifikasi yang kerap digunakan dalam kasus kecelakaan dengan jumlah korban banyak dan kondisi jenazah sulit dikenali secara fisik sehingga butuh serangkaian proses khusus.
"Tentunya setelah diteirma RS Polri, Tim DVI akan melaksanakan tugas melakukan identifikasi terhadap 41 jenazah tersebut. Tentunya Tim DVI bekerja berdasarkan keilmuan dan pengalaman," tutur Rusdi.
Identifikasi DVI dilakukan dengan cara membandingkan data Antemortem yang merupakan data korban sebelum kematian, data ini didapat dari pihak keluarga inti korban.
Tiga parameter primer dalam proses DVI yang prosedurnya digunakan dalam identifikasi korban bencana yakni sidik jari, gigi, dan DNA yang didapat dari keluarga inti korban.
Data tersebut lalu disandingkan dengan data Postmortem yang merupakan data setelah kematian, data ini didapat tim dokter dari jasad korban dari hasil pemeriksaan tim dokter forensik.
Berharap Santunan
Indah, ipar dari salah satu narapidana kasus narkoba yang tewas terpanggang api saat insiden kebakaran di lapas Tangerang beranggapan pemerintah seharusnya sudah menyiapkan dana untuk para korban.
"Kalau untuk ke depannya, pemerintah tahu lah, namanya peristiwa kaya begini, enggak mungkin lah pemerintah enggak ada dana untuk si korban," ujar Indah di Instalasi Pemulasaraan Jenazah (IPJ) RSUD Kabupaten Tangerang, Jalan TMP Taruna, Kota Tangerang.
"Uang santunan pasti ada pemerintah mah, jadi selalu ada bantuan," tambahnya. Indah mengungkapkan, dirinya mengetahui kabar insiden kebakaran pada pukul 09.00 WIB.
Saat itu seluruh keluarga sedang berusaha memastikan daftar nama korban jiwa.
"Tahunya jam 09.00 pagi dari keponakan, karena kan yang dikabari yang di Bogor. Saya juga enggak tahu tiba-tiba saya di-WA, dia mastiin benar enggak meninggal ternyata benar," ujarnya.
Seperti diketahui, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten terbakar, Rabu dini hari (8/9).
Akibat kebakaran itu, sedikitnya 41 orang tewas. Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Rika Aprianti mengatakan, kebakaran terjadi pada pukul 01.50 WIB di salah satu blok Lapas.
Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran juga menyebut api mulai berkobar di salah satu blok lapas sekitar pukul 01.45 WIB. Menurut dia, api berkobar sekitar dua jam.
"Api bisa dipadamkan sekitar pukul 03.00 pagi, api mulai berkobar sekitar jam 1.45 WIB. Kemungkinan besar kebakaran ini hampir berlangsung selama dua jam lebih, setelah dikendalikan kemudian dievakuasi yang selamat," kata Fadil.
Fadil mengatakan, dugaan awal penyebab kebakaran karena hubungan pendek arus listrik. Namun, pihaknya masih menyelidiki lebih lanjut penyebab kebakaran.
Usai api berhasil dipadamkan, kepolisian yang terdiri dari Puslabfor Mabes Polri, Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya, serta Satreskrim Polres Tangerang langsung memeriksa kondisi lapas dan melakukan penyidikan penyebab kebakaran.
Polisi juga mengerahkan 150 personel dari Brimob, Sabhara, dan Polres Tangerang untuk melakukan pengamanan setelah kebakaran.[tribunnews]