GELORA.CO - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali menuai kontroversi. Mereka kembali disorot setelah nominal renovasi ruang kerja Mendikbudristek Nadiem Makarim yang sebesar Rp 6,5 miliar mencuat ke publik.
Adapun diketahui bahwa pagu anggaran yang disediakan sebesar Rp 6,5 miliar dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp 5.391.858.505. Angka tersebut tercantum dalam laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kemendikbudristek.
Nama proyek tender ini adalah Penataan Ruang Kerja dan Ruang Rapat Gedung A, dengan satuan kerja yang memegang pekerjaan konstruksi tersebut adalah Biro Umum dan Pengadaan Barang dan Jasa Kemendikbudristek. Pengerjaan tersebut menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2021.
Mengenai hal tersebut, Kepala Biro Kerjasama dan Humas Kemendikbudristek Anang Ristanto menyampaikan, renovasi ini dilakukan pada keseluruhan lantai 2 Gedung A Kemendikbudristek. Hal tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2021 yang mengamanatkan penggabungan unsur Riset dan Teknologi ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Hal ini menyebabkan adanya perubahan struktur organisasi dan penambahan Pimpinan Tinggi Madya/pejabat Eselon I Staf Ahli Menteri sebanyak 5 orang.
“Renovasi dilakukan untuk menyiapkan ruangan bagi para pejabat baru beserta tim kerjanya, sekretariat tata usaha pimpinan, ruang kerja Staf Khusus Menteri, serta ruangan Menteri,” ungkap dia dalam keterangannya, Jumat (10/9).
“Selain itu, urgensi penataan ruangan di lantai 2 Gedung A Kemendikbudristek adalah untuk menghadirkan lingkungan kerja yang aman dan sesuai dengan protokol kesehatan,” sambung dia.
Berdasarkan data Biro Umum dan Pengadaan Barang dan Jasa, renovasi pada lingkungan Gedung A terakhir kali dilakukan untuk memperbaiki ruangan perpustakaan yang berada di lantai 1 pada tahun 2016. Sementara, pembongkaran relief di Plaza Insan Berprestasi pada tahun 2019.
“Sedangkan renovasi pada ruangan kerja Menteri dan para Staf Ahli sudah lama tidak dilakukan,” ungkap Anang.
Sebelumnya, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra. Disampaikan bahwa seharusnya orang sekelas menteri memiliki empati yang tinggi atas apa yang terjadi pada dunia pendidikan, bukan menghamburkan uang untuk renovasi belaka.
“Seharusnya menteri yang mengurusi pendidikan dan kebudayaan menunjukkan perilaku berkebudayaan, yaitu sense of crisis dan sikap empati untuk membantu anak didik yang terkapar dan menolak menggunakan anggaran untuk hal tidak urgen,” ungkap dia dalam akun Twitter-nya @Prof_Azyumardi dikutip, Jumat (10/9).[jawapos]