GELORA.CO - KPK melakukan penangkapan terhadap Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin, sebelum diumumkan sebagai tersangka dan ditahan.
Penangkapan dipimpin oleh Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Brigjen Setyo Budiyanto.
"Dalam perkara ini, Tim Penyidik yang dipimpin oleh Direktur Penyidikan melakukan upaya paksa penangkapan terhadap AZ dengan langsung mendatangi rumah kediamannya yang berada di Jakarta Selatan," kata Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (25/9/2021).
Penangkapan dilakukan karena Azis Syamsuddin tak mau datang ke KPK dengan alasan sedang menjalani isolasi mandiri. KPK kemudian datang dan melakukan tes antigen COVID-19 terhadap Azis Syamsuddin.
"Mengingat yang bersangkutan meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan hari ini karena mengaku sedang menjalani isoman sebab sempat berinteraksi dengan seseorang yang dinyatakan positif COVID-19 maka KPK mengkonfirmasi dan melakukan pengecekan kesehatan yang bersangkutan yang dilakukan oleh Tim Penyidik dengan melibatkan petugas medis," ucap Firli.
Tes antigen terhadap Azis menunjukkan hasil nonreaktif Corona. Azis kemudian diangkut ke Gedung KPK untuk diperiksa.
"Pengecekan kesehatan terhadap AZ berlangsung di rumah pribadinya dengan hasil ternyata menunjukkan non-reaktif covid-19 sehingga bisa dilakukan pemeriksaan oleh KPK," ucapnya.
Setelah memeriksa Azis, KPK kemudian mengumumkan status Azis sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap AKP Stepanus Robin Pattuju. Suap diduga diberikan ketika Robin masih menjadi penyidik KPK pada 2020.
Azis Syamsuddin diduga memberikan duit sekitar Rp 3,1 miliar agar Robin mengurus penyelidikan terhadap dirinya yang sedang dilakukan KPK. Menurut Firli, penyelidikan itu terkait dugaan korupsi di Lampung Tengah.
"Atas perbuatannya tersebut, Tersangka AZ disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Firli.(detik)