GELORA.CO - Pakar Psikologi Forensik (Psifor) Reza Indaragiri Amriel menilai, tersangka kasus dugaan ujaran kebencian agama, Muhammad Kece melakukan contoh partial malingering atau dramatisasi, atas penganiayaan yang dialaminya di Rutan Bareskrim Polri oleh Irjen Napoleon Bonaparte terpidana kasus dugaan suap dari Djoko Tjandra.
"Partial malingering, yaitu, dimana seseorang mendramatisasi keluhan fisiknya sedemikian rupa sehingga terkesan ia mengalami penderitaan luar biasa," kata Reza kepada Wartakotalive.com, Minggu (19/9/2021).
Reza menuturkan, betapa pun, publik berharap lapas, rutan, dan ruang tahanan bersih dari kekerasan.
"Tapi sangat sulit menciptakan lingkungan yang seratus persen seperti itu. Saking maraknya perilaku agresif di dalamnya, sampai-sampai ilmuwan menggunakan istilah prison mindset dan prison culture. Yakni kekuatan, kekuasaan, dominasi, dan sejenisnya, itulah 'aturan main' di sana," papar Reza.
Apalagi katanya karena ruangan bukan berupa sel atau satu ruangan diisi satu orang. "Melainkan dormitori (satu tempat untuk sekelompok orang), maka kemungkinan terjadinya benturan memang terbuka setiap saat," kata Reza.
"Konsekuensinya ya alami saja. Yang kuat, menang. Yang lemah, babak belur," ujarnya.
Reza menilai pasti ada hal pendahuluan yang membuat Irjen Napoleon menyerang Muhammad Kece, dan tak akan terjadi sekonyong-konyong.
"Kedua, saya tak membenarkan penganiayaan. Tapi sulit membayangkan bahwa sekonyong-konyong ada satu tahanan yang menyerang tahanan lain tanpa peristiwa pendahuluan. Jadi, coba mundur satu dua episode: adakah kemungkinan MK melakukan tindak-tanduk yang provokatif terhadap tahanan lain sehingga terjadi penyerangan balik terhadap dirinya," tanya Reza.
"Ketiga, menurut Kabareskrim, sebagaimana diwartakan media, berdasar hasil pengecekan yang dilakukan RS Polri Kramat Jati, tidak ada luka serius yang dialami MK," ujar Reza.
Karenanya Reza menduga ada hal lain, meski kejadian ini cukup menggemparkan publik.
"Dari situ, terpikir oleh saya bahwa, walaupun kejadiannya menggemparkan, tapi jangan-jangan ini contoh partial malingering. Yaitu, seseorang mendramatisasi keluhan fisiknya sedemikian rupa sehingga terkesan ia mengalami penderitaan luar biasa," kata Reza.
Peristiwanya kata Reza anggaplah, nyata.
"Tapi itu prison culture. Juga, cederanya, katakanlah, ada. Tapi, merujuk Kabareskrim, cedera itu sepertinya partial malingering. Alhasil, bahwa ruang tahanan perlu dikelola secara lebih baik, silakan saja. Tapi pada sisi lain, haruskah kejadian dimaksud memunculkan kehebohan yang amat sangat?," tegas Reza.
Seperi diketahui tersangka perkara dugaan ujaran kebencian agama, Muhammad Kece dianiaya Irjen Napoleon Bonaparte, terpidana kasus dugaan suap dari Djoko Tjandra di dalam Rutan Bareskrim Polri.
Hal itu dibenarkan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Andi Rian Djajadi, Sabtu (18/9/2021).
"Iya betul (pelaku penganiayaan Muhammad Kece adalah Napoleon Bonaparte)," kata Andi.
Irjen Napoleon Bonaparte dan Muhammad Kece ditahan di tempat penahanan yang sama.
Secara terpisah, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, pihaknya masih mendalami terkait kejadian penganiayaan tersebut.
Menurut dia, masih belum ada tersangka yang ditetapkan oleh Polri atas kejadian tersebut.
"Penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut," ujar Rusdi.
Adapun Muhammad Kece ditangkap setelah video siaran ceramah di akun YouTube-nya viral.
Dalam video tersebut, Muhammad Kece menyampaikan ceramah dengan nada merendahkan dan melecehkan agama.
Sementara itu, Napoleon merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Dalam kasus ini, Napoleon didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 6,1 miliar.
Selain Napoleon, ada jenderal polisi lain yang juga terjerat kasus ini yakni mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo. [tribun]