GELORA.CO - Komnas HAM mendorong Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri Nomor 3 Tahun 2008 dicabut karena dinilai menjadi akar permasalahan kekerasan yang kerap dihadapi jemaah Ahmadiyah di Indonesia. Namun Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak setuju dengan pendapat Komnas HAM.
"SKB itu ada untuk melindungi kedua belah pihak, yakni pihak Ahmadiyah dan pihak umat Islam," kata Ketua Bidang Pengkajian dan Penelitian MUI, Prof Utang Ranuwijaya, kepada wartawan, Senin (6/9/2021).
Utang menyebut SKB itu tak perlu dicabut. Menurutnya, sebaliknya justru pemerintah perlu memperketat pengawasan pelaksanaan SKB tersebut.
"Sehingga Ahmadiyah tidak diganggu kenyamanannya dan umat Islam tidak diganggu akidahnya," ucapnya.
Dia menilai ada jalan keluar lain yang mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah, yakni dengan mengakui Ahmadiyah adalah agama tersendiri di luar Islam sebagaimana disebutkan dalam fatwa MUI.
"Akan tetapi ada konsekuensinya, mereka tidak boleh mengaku Islam dan tidak boleh meniru-niru ajaran Islam, termasuk tidak boleh memakai simbol-simbol Islam seperti pemakaian masjid sebagai tempat ibadah dan pemakaian Al-Qur'an sebagai kitab suci di samping kitab Tadzkirah," ujarnya.
Komnas HAM Minta SKB Dicabut
Seperti diketahui, Komnas HAM mendorong SKB 3 menteri Nomor 3 Tahun 2008 dicabut. Komnas HAM menilai SKB tersebut menjadi salah satu akar permasalahan yang dihadapi jemaah Ahmadiyah di Indonesia.
"Komnas HAM itu punya catatan panjang terhadap persoalan jemaah Ahmadiyah Indonesia. Mungkin salah satu catatan paling lengkap yang dimiliki dan itu salah satu akarnya memang SKB 3 Menteri, SKB Nomor 3 Tahun 2008," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Annam, saat jumpa pers secara virtual, Senin (6/9).
"Kalau di situ ada empat klausul, satu, dua, tiganya efektif tapi nomor empatnya enggak pernah diabaikan dan terbukti gagal. Karenanya, memang sejak awal Komnas HAM memang mendorong SKB ini dibatalkan. Jadi uji bahwa negara kita saat ini komitmen terhadap HAM, terhadap negara hukum ya cabut SKB itu," sambungnya.
Anam menyampaikan banyak kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah yang terjadi akibat munculnya SKB tersebut. Menurutnya, perusakan masjid Ahmadyah di Sintang mencuat ke publik karena dinilai sebagai sebuah bentuk kekerasan.
"Karena faktanya adalah banyak kekerasan yang terjadi. Banyak tindakan diskriminasi yang terjadi. Ini yang muncul di publik karena ada kekerasan, yang enggak muncul di publik juga banyak sebenarnya. Mulai dari tindakan-tindakan yang sederhana," ujarnya.
Seperti diketahui, ratusan orang merusak masjid Ahmadiyah di Tempunak, Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar), pada Jumat (3/9) lalu. Situasi bisa diredam usai ratusan personel kepolisian turun tangan. Selain merusak masjid, menurut polisi, massa membakar sebuah bangunan di sekitar masjid.
"Ada. Yang sempat terbakar adalah gudang material di samping masjid. Untuk masjid ada bagian yang rusak karena lemparan batu," ujar Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Donny Charles Go saat dimintai konfirmasi.
Saat ini polisi telah menetapkan 9 orang sebagai tersangka perusakan masjid Ahmadiyah itu. Mereka terancam hukuman penjara lebih dari 5 tahun.
Polisi menyebut aksi tersebut diduga dipicu warga yang kecewa karena Pemkab Sintang hanya menghentikan operasional masjid. Padahal warga menuntut agar masjid itu dibongkar.[detik]