GELORA.CO - Marah-marah yang dipertontonkan Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini, di Jember, Jawa Timur, karena mengetahui penyaluran bantuan sosial (bansos) lambat disalurkan, mendapat kritik dari publik.
Salah satunya disampaikan Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, yang menilai marah-marah Risma hanya sebuah pencitraan dari satu tokoh yang haus popularitas dan eksitensi.
"Mau marah-marah jangan undang media untuk meliput. Ketahuan mana yang marah beneren dan settingan. Kalau Risma berapa momen gayanya cuma settingan," tukas Jerry kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (1/9).
Melihat Risma yang sudah sering marah-marah sejak masih menjadi Wali Kota Surabaya, Jerry justru melihat politisi PDI Perjuangan seperti sosok aktris antagonis yang ada di film telenovela.
"Saya teringat Telenovela Maria Mercedez dan Kassandra, di mana ada pemain yang bernama Malvina De Olmo kerjaannya marah-marah melulu," ucapnya.
Maka dari itu, Jerry memandang seharusnya Risma tidak lagi memakai gaya marah-marah untuk menyelesaikan satu persoalan yang terjadi dalam proses pelaksanaan satu kebijakan.
"Saat sekarang cukup bahasa santun. Kan Mbak Risma dari Suku Jawa yang mengedepankan budaya kesantunan," harapnya.
Jika komunikasi politik yang diandalkan Risma masih berbentuk marah-marah, Jerry mengaku khawatir akan muncul persepsi publik menjadi buruk terhadapnya.
Karena menurutnya, secara tidak langsung marah-marah yang ditunjukkan Risma berpotensi merusak psikologis seseorang yang ditunjuknya, karena merupakan bagian dari character assassination alias pembunuhan karakter.
"Pentingnya Bu Risma mengedepankan etika komunikasi dan kesantunan berkomunikasi. Karena yang dimarahin bukan anak SD, tapi orang dewasa. Beliau harus tahan diri dan tahan emosi," katanya.
"Atau jangan-jangan Mensos terpengaruh dengan sinetron dan telenovela, makanya marah-marah terus," demikian Jerry.(RMOL)