GELORA.CO - Juru bicara dari Koalisi Bersihkan Indonesia, Ahmad Ashov Birry, menjelaskan riset ihwal dugaan adanya jejak Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam proyek Blok Wabu di Intan Jaya, Papua. Hasil riset itu sebelumnya dibahas oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam diskusi di kanal Youtube, lantas berujung pada laporan Luhut ke polisi.
Ashov mengatakan kajian tersebut dilatarbelakangi keprihatinan atas terjadinya eskalasi konflik bersenjata yang dipicu operasi keamanan di Intan Jaya. Eskalasi konflik tersebut telah menyebabkan jatuhnya korban sipil, setidaknya puluhan meninggal dan ribuan mengungsi. Di sisi lain, kata Ashov, ada pula dampak jangka panjang tambang emas terhadap lingkungan.
"Kajian ini bertujuan menguji asumsi dasar apakah benar di balik setiap rangkaian kekerasan militer selalu terselip kepentingan ekonomi," kata Ashov dalam konferensi pers daring Selasa kemarin, 22 September 2021.
Penelitian ini melibatkan Koalisi Bersihkan Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Walhi Papua, Pusaka, LBH Papua, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Greenpeace, dan Trend Asia. Ashov menjelaskan, para peneliti dari sejumlah organisasi masyarakat sipil melakukan sejumlah tahapan.
Pertama, mengidentifikasi penempatan militer di Papua berdasarkan keberadaan pos atau kantor militer. Pencarian data ini dilakukan dengan akses informasi dari sejumlah sumber, termasuk pencarian di website milik TNI, Polri, dan Google Maps.
Kedua, peneliti mengidentifikasi sebaran konsesi di sekitar pos-pos militer tersebut. Kedekatan (proximity) antara pos militer dan konsesi menjadi salah satu indikasi untuk membuktikan asumsi dasar.
Ketiga, mencari keterhubungan antara konsesi perusahaan dengan anggota TNI Polri di Indonesia, termasuk purnawirawan. Dari tahapan tersebut, koalisi menemukan ada empat perusahaan yang teridentifikasi memiliki kedekatan dengan pos keamanan.
Dua di antaranya, PT Freeport Indonesia dan PT Madinah Qurrata'Ain (MQ), disinyalir memiliki relasi atau keterkaitan dengan aparat, baik TNI maupun Polri, serta purnawirawan. PT Madinah Qurrata'Ain merupakan pemegang izin Darewo River Gold Project.
Dalam proyek tersebut, West Wits Mining (pemegang saham PT MQ), membagi 30 persen sahamnya kepada PT Tobacom Del Mandiri. TDM merupakan bagian dari PT Toba Sejahtera Group, yang sebagian sahamnya dimiliki Luhut Binsar Pandjaitan.
Ashov mengatakan penelitian juga menggunakan konsep politically exposed person, yakni orang-orang yang memegang atau pernah memegang peran publik, seperti kepala negara, politikus senior, pejabat yudisial atau militer, pejabat eksekutif BUMN, atau petinggi partai politik. Namun ia menegaskan, para peneliti tak bermaksud menyasar Luhut dalam kajian ini.
Ashov mengatakan ada nama-nama aktor TNI Polri lain yang ditemukan dalam penelitian tersebut. Pada intinya, kata dia, kajian ini menyoroti potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang.
"Kami tegaskan prosesnya bukan berangkat dari orang. Tahapannya tidak langsung dari aktor, tapi aktor ditemukan dalam konteks tersebut," ujarnya.
Menurut Ashov, dari hasil analisis, Koalisi menilai penempatan militer di Intan Jaya bersifat ilegal. Sebab, belum pernah ada keputusan Presiden Joko Widodo yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat ihwal pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI ke Intan Jaya, sesuai ketentuan yang diatur undang-undang.
Koalisi pun merekomendasikan sejumlah hal dari penelitian yang dilakukan. Pertama, meminta pemerintah pusat menarik seluruh personel keamanan TNI/Polri yang diturunkan secara nonorganik ke Papua.
Kedua, mendesak pemerintah menindak tegas aparat militer yang melakukan pelanggaran HAM. Ketiga, meminta pemerintah mencabut perizinan perusahaan yang tak mendapat persetujuan masyarakat lokal.
Keempat, mendesak pemerintah pusat dan daerah mengutamakan keselamatan dan kedamaian di Intan Jaya, serta mengupayakan pelayanan sosial yang baik untuk masyarakat. Kelima, meminta pemerintah meninggalkan pendekatan militer dalam setiap kebijakan menyangkut Tanah Papua.
Keenam, pemerintah dalam hal ini BUMN harus menimbang ulang pilihan untuk menempatkan militer di kursi komisaris. "Karena tadi konsep PEP, yang kemudian bisa menyebabkan konflik kepentingan dan abuse of power," ujar Ashov.
Luhut lewat pengacaranya, Juniver Girsang membantah kliennya terlibat urusan tambang di Papua. Ia mengatakan tudingan itu tidak benar.
Luhut Binsar Pandjaitan kemudian melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ke Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada Rabu kemarin, 22 September 2021. Sebelum ke polisi, Luhut dua kali mengirim somasi kepada Direktur Eksekutif Lokataru dan Koordinator KontraS itu. [tempo]