GELORA.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharapkan turun tangan dalam penanganan kasus dugaan investasi bodong yang ditangani Polda Metro Jaya.
Pasalnya, perkembangan kasus ini semakin tidak jelas dan terjadi dugaan praktik-praktik pemerasan. Sebab, pihak korban merasa tak tahu lagi harus mengadu ke mana.
Hal ini disampaikan LQ Indonesia Law Firm, selaku kuasa hukum sejumlah korban dugaan investasi bodong yang ditangani Subdit Fismondev Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
“Kami berharap Bapak Presiden Jokowi turun tangan membantu segala persoalan para korban kasus dugaan investasi bodong dan kasus lainnya di Polda Metro Jaya,” ujar Ketua Pengurus LQ Indonesia Law Firm Alvin Lim, Jumat (17/9/2021).
“Sebab negara Indonesia mau jadi apa, apabila Polri yang kita cintai justru diduga malah menjadi sarang kriminal kerah putih?” imbuhnya.
Dalam upaya penyelesaian kasus dugaan investasi bodong, LQ yang mewakili korban diduga coba diperas oleh oknum atasan penyidik Fismondev sebesar Rp500 juta.
Uang diminta saat LQ berharap surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dikeluarkan, lantaran telah terjadi perdamaian atau restorative justice antara pelapor dengan terlapor.
LQ mengaku memiliki bukti yang kuat atas dugaan permintaan uang tersebut.
“Saya masih banyak bukti rekaman dan bukti lainnya yang menunjukkan bahwa Polda Metro Jaya diduga adalah sarang mafia. Nanti satu per satu, saya tunjukkan ke masyarakat, agar masyarakat lihat sendiri.”
“Ini bukan fitnah saya akan buka dan kasih ke media satu per satu bukti rekaman lainnya dan bagi Polri yang mau minta keterangan dan benar sungguh mau benahi bisa menghubungi LQ di 0818-0489-0999,” jelas Alvin.
Selain itu, sejumlah kasus dugaan investasi bodong yang dilaporkan pihak LQ mewakili korban, yang ditangani Subdit Fismondev, juga dinilai tak jelas perkembangannya.
Antara lain laporan polisi (LP) OSO Sekuritas # 3161/VI /YAN 2.5 / 2020 / SPKT PMJ tanggal 4 Juni 2020, LP Kresna Sekuritas # 4834 / VIII / YAN2.5 /2020 / SPKT PMJ Tanggal 14 Agustus 2020 dan LP Narada # 5847/ IX / YAN2.5/2020 / SPKT PMJ Tanggal 14 September 2020.
Menurut Alvin, pihaknya sempat mempertanyakan mengapa kasus yang ditangani Unit 4 Subdit Fismondev itu tak berjalan sebagaimana mestinya.
“Setelah saya tanyakan penyidik alasannya adalah belum adanya koordinasi lanjutan dengan kanit baru,” kata dia.
Sementara, Kabid Humas LQ Indonesia Law Firm Sugi, menjelaskan jika koordinasi yang dimaksud bukan dalam arti sesungguhnya. Tapi praktik dugaan pemberian gratifikasi, yang harus dilakukan pihak berperkara, agar kasus tersebut prosesnya berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Bahkan, ada ‘filosofi menarik’ yang menurut Sugi dipraktikkan oknum penyidik Kepolisian nakal.
“Oknum perwira ini makin jelas dan berani dalam meminta ‘koordinasi’. Istilahnya ‘lu mau laporan polisi jadi perdata yah kasih data saja ke kita, tapi kalo mau jadi pidana yah lu kasih dana’,” beber Sugi.
Sugi kembali menegaskan bahwa pihaknya memiliki bukti-bukti yang lengkap atas praktik penyimpangan dalam proses hukum di Polda Metro Jaya, khususnya Subdit Fismondev tersebut.[pojoksatu]