Oleh: Andi Yusran*
SATU isu terkini yang menarik untuk dicermati, ketika Yusril Ihsa Mahendra (YIM) menjadi pembela untuk empat eks kader Partai Demokrat yang telah diberhentikan justru melakukan uji materril (judicial review) terhadap AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung.
Apa yang menarik dari dari gugatan tersebut? Yang menarik adalah suatu gugatan yang tidak biasa, peraturan internal lembaga non negara di uji materikan ke MA.
Bagaimana prospek uji materi tersebut? Akankah diterima atau ditolak oleh Mahkamah Agung? Ada dua kemungkinan yang terjadi.
Pertama, MA akan menolak uji materi tersebut karena objek yang akan diuji diluar wewenang MA.
Wewenang MA sesuai UU Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985 Pasal 31 menyebutkan bahwa MA bisa melakukan hak uji materiil. Kewenangannya, menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan di bawah Undang undang apakah isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi.
Peraturan perundangan yang dimaksud sebagaimana UU 11/2012 tentang Tata Urutan Perundang Undangan. AD/ART bukanlah termasuk peraturan perundangan yang dimaksud, hingga demikian objek yang dipersoalan (AD/ART) dan subjek yang memiliki otoritas pengujian (MA) keduanya tidak berkesesuaian.
Artinya MA tidak berhak melakukan uji materiil terhadap AD/ART parpol (Demokrat).
Kedua, MA menerima untuk kemudian menyidangkan uji materi tersebut. Kemungkinan MA melakukan terobosaan hukum (rule breaking), mengingat tiadanya lembaga yang memiliki otoritas menguji peraturan yang dibuat oleh lembaga non-negara. Terutama lembaga yang sudah berbadan hukum (yang berarti lembaga tersebut harus tunduk kepada salah satu perundang-undangan diatas yang mengaturnya).
Walaupun hal tersebut sangat kontroversial karena menabrak undang-undang yang mengatur wewenang uji materi MA. Namun jika berkaca kepada berbagai putusan yang telah diambil oleh PTUN yang memutus sengketa partai dengan dasar AD/ART partai maka kemungkinan tersebut bisa menjadi rujukan bagi MA.
Terlepas dari mana opsi yang akan diambil oleh MA terkait dengan uji materi tersebut, setidaknya terdapat satu hal mendasar yang perlu ‘dibenahi’ kedepan. Yakni bagaimana mengisi kekosongan hukum terhadap uji materi peraturan yang biukan peraturan perundangan (hukum positif) seperti AD/ART lembaga non-negara.
Dan tidak membiarkan MA melakukan ‘akrobat’ hukum melakukan uji materi pada objek yang diluar wewenangnya.
Pemerintah dan DPR perlu mengesahkan revisi terhadap wewenang MA. Revisi itu dengan melakukan perluasan wewenang.
Tujuannya, untuk tidak hanya menguji peraturan perundang-undangan (hukum positif) tetapi juga menguji materi setiap peraturan yang dibuat oleh lembaga non-negara yang sudah berbadan hukum (statuta, AD/ART).
Padahal banyak lembaga non negara yang posisinya strategis dalam ketatanegaraan (infrastruktur politik) seperti partai politik yang memiliki peraturan (statuta, AD/ART).
Perluasan wewenang Mahkamah Agung tersebut bersifat urgen dilakukan. Sebab, berkaitan erat dengan upaya perbaikan salah satu kelembagaan demokrasi yang sangat menentukan kualitas demokrasi. Yakni partai politik.
Segera setelah perluasan wewenang MA dalam menguji materi peraturan (internal) partai politik (AD/ART), maka ini bisa dipastikan akan membawa implikasi positif terhadap reformasi kepartaian di Indonesia.
Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu faktor yang membuat sebagian parpol di Indonesia rentan konflik internal disebabkan oleh ‘kualitas’statuta atau pengaturan internal partai.
Maksudnya, pengaturan internal partai yang jauh dari nilai dan prinsip demokrasi seperti kesetaraan, keterbukaan, partisipasi, ke3adilan dan akuntabilitas.
Wajah buram demokrasi kerap menampak di tubuh partai politik seperti dominasi oligarki dan klik elite sebagai penentu kebijakan.
Sentralisme pengambilan keputusan kepada struktur tertentu yang mengabaikan nilai dan etik demokrasi, sampai kepada tata kelola partai bak perusahaan pribadi.
Kesemua hal tersebut terjadi karena ‘dilegalisir’ oleh statuta partai (AD/ART).
Secara paralel, pemerintah melalui Kemenkumham perlu melakuan pemeriksaan yang ekstra cermat. Tujuannya, untuk memastikan bahwa AD/ART partai telah sesuai dengan Pancasila dan konstitusi negara, sebelum memberikan ‘selembar’ surat pengesahan sebagai partai politik yang berbadan hukum dan legal di bumi Indonesia.
(*Penulis adalah Dosen Universitas Nasional)