GELORA.CO - Nomura Securities baru saja merilis analisa ekonomi terkini berjudul 'The troubled ten in Emerging Market' di tengah menguatnya isu tapering dari Amerika Serikat (AS).
Sesuai judulnya, ada 10 negara berkembang yang dikategorikan bermasalah atau terancam mendapatkan tekanan paling parah ketika AS memulai tapering. Indonesia menjadi salah satunya.
Negara lainnya adalah Brasil, Kolombia, Chili, Peru, Hongaria, Rumania, Turki, Afrika Selatan dan Filipina.
Dalam ringkasan analisanya, Nomura mengakui bahwa fundamental ekonomi negara tersebut telah membaik dibandingkan 2013. Terlihat dari defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) lebih terkendali rendah dan cadangan devisa lebih besar.
Akan tetapi pandemi covid-19 telah menimbulkan masalah atau kerentanan baru di negara berkembang. Mulai dari pelemahan ekonomi, kenaikan inflasi, keterpurukan fiskal hingga suku bunga acuan negatif di beberapa negara yang sudah melewati batas pelonggaran kebijakan moneter.
Sementara negara maju seperti Amerika Serikat (AS) memberikan ancaman nyata, yaitu pengetatan kebijakan moneter seiring dengan ekonomi yang pulih lebih cepat. Di sisi lain, China sebagai mesin perdagangan dunia justru alami pelambatan ekonomi.
"Ini kombinasi yang mengerikan bagi negara berkembang. Semakin buruk dengan adanya kerentanan tersembunyi di dalam negara berkembang tersebut," tulis Nomura seperti dikutip CNBC Indonesia.
Kerentanan tersebut paling utama disebabkan arus modal. Kondisi ini tidak dapat disepelekan. Meskipun banyak analisa lain menyebutkan, lebih rendahnya inflow dalam dua tahun terakhir menurunkan risiko terhadap pasar keuangan di setiap negara tersebut.
Ada dua alasan, pertama derasnya arus modal yang masuk itu sudah terjadi sejak 2014. Kedua, modal yang masuk sudah berkembang seiring kenaikan harga aset dan perubahan nilai tukar.
Selanjutnya utang. Brasil dan India menjadi daftar teratas dengan risiko utang tertinggi, di mana masing-masing rasionya sebesar 98,4% dan 86,6%. Sementara Indonesia dan Chili ada di daftar terbawah dengan masing-masing 41,4% dan 33,6%.
Peningkatan utang terjadi karena pelebaran defisit fiskal dalam pemenuhan kebutuhan belanja di tengah pandemi. Menurut Nomura, ketidakhati-hatian pemerintah dalam mengelola mampu mendorong permasalahan ke defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).
"Kami tidak setuju dengan mereka yang percaya emerging market berada dalam posisi yang lebih tangguh dibanding taper tantrum 2013," jelasnya. [cnbc]