GELORA.CO - Nasib 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya sudah ditentukan. Per tanggal 30 September 2021, puluhan pegawai KPK ini akan diberhentikan dengan hormat lantaran tak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi ASN.
Alih status pegawai KPK menjadi ASN itu merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang adalah revisi UU KPK. Pasal 1 ayat 6 UU 19 Tahun 2019.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN). PP itu sebagai aturan turunan dari UU KPK yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 24 Juli 2020.
Munculnya TWK sebagai syarat pegawai KPK alih status menjadi ASN dari awal memang menuai polemik. Para pegawai menyebut TWK yang digelar banyak pelanggaran dan maladministrasi.
Bahkan, Komnas HAM menyatakan setidaknya terdapat 11 bentuk pelanggaran HAM dalam proses asesmen TWK pegawai KPK yang digelar beberapa waktu lalu.
"Berdasarkan hal tersebut dan keseluruhan konstruksi peristiwa penyelenggaraan asesmen TWK merupakan pelanggaran hak asasi manusia, ditinjau dari sisi kebijakan, tindakan atau perlakuan, dan ucapan (pertanyaan dan pernyataan) yang memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia," kata Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan dalam konferensi pers, Senin, 16 Agustus 2021.
Para pegawai KPK yang tak lolos TWK pun tak tinggal diam. Selain mengadukan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan TWK ke Komnas HAM, mereka juga melapor ke Ombudsman RI.
Senada dengan Komnas HAM, Ombudsman juga menyebut bahwa ada dugaan maladministrasi dalam proses pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK). Ombudsman pun meminta Presiden Jokowi meminta Presiden Jokowi melakukan pembinaan terhadap lima pimpinan lembaga yaitu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepala BKN, Kepala LAN, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri PAN-RB.
Langkah pegawai KPK lainnya dengan mengajukan judicial review atau uji materi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK yang diajukan KPK Watch menyangkut Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Dalam permohonannya KPK Watch meminta MK menyatakan tes TWK inkonstitusional. Selain itu, KPK Watch juga meminta MK untuk memerintahkan BKN dan KPK agar menarik kembali pegawai KPK yang diberhentikan karena tidak lolos TWK.
Namun permohonan tersebut kandas, MK menyatakan bahwa TWK adalah konstitusional. Dalam pertimbangannya, hakim MK menyatakan bahwa ketentuan yang terdapat Pasal 68 B ayat 1 dan Pasal 69 C UU No.19 Tahun 2019 memberikan kepastian hukum bahwa setiap pegawai punya kesempatan menjadi ASN dengan syarat ditentukan UU.
Ketentuan ini bukan hanya berlaku bagi pegawai KPK yang tidak lolos TWK tapi pegawai KPK seluruhnya. Sehingga menurut Mahkamah, ketentuan tersebut tidak mengandung ketentuan yang bersifat diskriminasi.
"Adanya fakta bahwa ada beberapa pegawai KPK yang tidak lolos TWK bukanlah persoalan konstitusi norma," ujar Hakim Konstitusi Deniel Foekh.
Tak hanya MK, Mahkamah Agung atau MA juga menolak gugatan uji materiil yang dilayangkan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 terhadap UU KPK. Perkom tersebut memuat tentang tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai komisi antirasuah tersebut.
MA menimbang, secara substansial desain peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN), telah mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Menurut MA, berdasarkan aturan itu TWK telah menjadi alat ukur yang obyektif untuk memenuhi syarat pengisian jabatan.
"Menolak permohonan keberatan hak uji materiil Pemohon I: Yudi Purnomo dan Pemohon II: Farid Andhika,” demikian dikutip dari putusan perkara bernomor 26 P/HUM/2021 pada Kamis, 9 September 2021.
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap pun tak tinggal diam atas pemecatan 56 pegawai KPK. Ia pun mengaku sedang menyiapkan langkah hukum atas pemecatan tersebut.
Dia menegaskan, TWK tidak bisa dijadikan dasar pemecatan. Sebab Presiden Joko Widodo sudah memberikan instruksi yang menyebut TWK tidak boleh dijadikan dasar pemecatan pegawai pada Mei 2021.
Yudi juga mendesak Kepala Negara mengambil tindakan lagi. Saat ini, kata dia, cuma Presiden yang bisa menjadi harapan para pegawai yang akan dipecat.
"Kami berharap bahwa keputusan Presiden nanti adalah keputusan yang bijak demi upaya untuk menyelamatkan pemberantasan korupsi," kata Yudi.
Sementara itu, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, mengaku sudah mengetahui dirinya akan dipecat pada 30 September 2021. Menurut Novel, hal tersebut merupakan risiko yang harus ia terima sebagai penegak hukum dalam memberantas rasuah.
Novel menyebut, kerja pemberantasan korupsi seperti yang dia geluti, memiliki banyak musuh. Tetapi dengan kesadaran penuh, dia mengaku mengambil jalan itu untuk bangsa dan negara.
"Kami sadar memberantas korupsi musuhnya berat, lawannya banyak, demi kepentingan bangsa dan negara maka kami mengambil jalan itu. Kami akan selalu sampaikan bahwa setiap langkah yang kami lakukan, kami sadar dengan segala risikonya dan kami akan berbuat sebaik-baiknya," kata Novel kepada awak media, Kamis 16 September 2021.
Kendati begitu, Novel menyayangkan tindakan pimpinan KPK yang dianggapnya sebagai pembangkangan terhadap hukum. Sebab, rekomendasi dari Ombudsman RI dan Komnas HAM menyatakan proses tes wawasan kebangsaan melanggar aturan. Rekomendasi tersebut telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
Sebelum adanya keputusan pemberhentian dengan hormat para pegawai KPK yang tak lolos TWK, beredar kabar bahwa para pegawai tersebut ditawari kerja di BUMN. Hal tersebut dibenarkan oleh KPK.
"Menanggapi berbagai opini yang berkembang mengenai penyaluran kerja bagi pegawai KPK, kami dapat jelaskan bahwa atas permintaan pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diangkat menjadi ASN (aparatur sipil negara)," kata Sekretaris Jenderal (Seken) KPK Cahya Harefa kepada awak media, Selasa, 14 September 2021.
Cahya membantah tindakan itu menghina para pegawai. Menurut dia, tindakan itu bagian dari kepedulian KPK terhadap nasib lanjutan pegawai yang gagal dalam TWK dan karena itu membutuhkan pekerjaan.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif Novel Baswedan menyesalkan adanya tawaran untuk para pegawai nonaktif lainnya agar dipekerjakan di perusahaan BUMN. Novel mengungkapkan beberapa rekannya telah disodorkan surat tersebut. Bagi dia, cara penawaran untuk bekerja di BUMN sebagai penghinaan.
"Iya beberapa kawan-kawan dihubungi oleh insan KPK yang diyakini dengan pengetahuan Pimpinan KPK diminta untuk menandatangani dua lembar surat, yaitu permohonan pengunduran diri dan permohonan agar disalurkan ke BUMN. Bagi kami itu adalah suatu penghinaan," kata Novel kepada awak media, Senin, 13 September 2021.
Novel menegaskan, pihaknya bekerja di KPK untuk berjuang melawan korupsi. Kata dia, bukan hanya semata-mata bekerja.
Novel pun tidak percaya ihwal kabar pegawai nonaktif KPK yang meminta pekerjaan lain dari pimpinan KPK. Novel membantah pernyataan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang menduga ada pegawai meminta tolong kepada pimpinan.
"Soal apa yang disampaikan oleh Pak Nurul Ghufron bahwa ada pegawai yang minta tolong ke yang bersangkutan, maaf, saya tidak percaya," kata Novel.
Ketua KPK Firli Bahuri pun angkat bicara mengenai pemberhentian dengan hormat 56 pegawai KPK yang tak lolos TWK pada 30 September. Ia pun memberikan hormat kepada seluruh pegawai yang akan dipecat dan menegaskan mereka semua sangat berjasa untuk KPK.
"Terima kasih kepada insan KPK yang memberikan dedikasi andil dalam rangka membangun dan memperkuat pemberantasan korupsi, Gedung Bareskrim KPK yang 16 lantai tidak akan beridri tanpa jasa satu butir pasir," kata Firli di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 15 September 2021.
Menurut Firli Bahuri, jasa mereka semua tidak bisa disebutkan satu-satu. Namun, jasa mereka sangat berarti dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan apresiasi kepada Novel Baswedan Cs atas jasanya selama berkarir di lembaga anti rasuah tersebut.
"KPK menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas jasa dan dedikasinya kepada segenap pegawai yang diberhentikan," kata Alexander, di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 15 September 2021.
Mantan hakim Tipikor itu mengatakan semua orang yang dipecat itu sudah bekerja keras memberantas korupsi di Indonesia bertahun-tahun. Mereka semua pantas mendapatkan apresiasi tertinggi dari para pimpinan KPK.
Pemberhentian 56 pegawai KPK dengan hormat pun menarik perhatian warganet. Hal ini bermula dari unggahan salah seorang Mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bernama Tata Khoiriyah melalui twitter. Dalam unggahannya, Tata mengaku kaget dengan kelakuan rekan-rekannya yang membuat ancaman di meja kerjanya sendiri. Terlihat, ada beberapa tulisan yang tergeletak di mejanya yang menggambarkan kesedihan agar dirinya tak meninggalkan kantor KPK.
“Sangat mengejutkan saya melaporkan dari kondisi terakhir meja sendiri, ini sangat mengejutkan. Ada palang tidak jelas iki loh. Antara mau mewek, terharu sama mau ketawa lihat kelakuan teman-teman kantor. Bakal kangen sama mereka,” kata Tata dalam video singkatnya dari Twitter dikutip pada Jumat, 17 September 2021.
Dari video tersebut, ada beberapa tulisan yang berhamburan di meja kerja Tata. Antara lain tulisan “Dilarang beresin meja. Woi, jangan diberesin yak!!! Awas lo!!! Harus tetap semangat! Pokoknya harus semangat, pantang menyerah. Pokoknya gak boleh kemana-mana. Sini kalo berani beresin sekarang jangan nunggu sepi!!”
“Galak-galak sekali guys ini larangannya. Terus kalau kita beresin gimana? Ini tetap bisa diberesin sih,” cuitnya sebagaimana dikutip dari akun Twitter @tatakhoiriyah.
Bukan cuma rekan-rekan Tata yang sedih namun warganet juga terharu membaca dan melihat video singkat perpisahan yang diunggahnya itu.
“Kata-kata Anda sangat menyentuh sekali. Sampek mewek bacanya. Saya akan ingat terus. Saya doakan semua urusan Anda lancar, diberkahi rejeki yang barokah, sehat terus,” tulis akun @baskoroxxsiwi.
Selain itu, warganet juga memberikan semangat kepada Tata yang dipecat dari KPK bersama puluhan pegawai lain atas berlakunya tes wawasan kebangsaan (TWK).
“Semangat Mba Tata. Dipecat dari KPK akan membuat derajatmu lebih tinggi. Walau tak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda pegawai yang jujur,” tulis akun @YayyoAsmara.[viva]