GELORA.CO - Ambisi Belt and Road Initiatives (BRI) China di Sudan telah dicoreng dengan adanya tindak pidana korupsi. Perusahaan konstruksi China yang bertanggung jawab atas sejumlah proyek di Sudan dilaporkan melakukan penggelembungan biaya hingga suap.
Perusahaan itu adalah Fu Hong Contruction, Roads, and Bridges Enterprises. Fu Hong merupakan perusahaan milik pasangan China yang berbasis di Sobha, Khartoum.
Menurut laporan The Hong Kong Post yang dikutip ANI News pada Senin (20/9), Fu Hong memiliki koneksi dengan Presiden Omar Al Bashir yang telah digulingkan. Mereka bertanggung jawab atas sejumlah proyek, terutama di lokasi-lokasi sensitif.
Dalam laporannya, The Hong Kong Post menyebut Fu Hong mendapatkan keistimewaan karena tidak adanya pesaing asing.
Namun lantaran itulah mereka mereka melakukan penggelembungan biaya proyek hingga mendapatkan jutaan dolar. Bahkan mereka juga membayar suap sebagai quid pro quo kepada beberapa pemimpin dari rezim Omar Al Bashir, termasuk sang presiden dan wakilnya.
Penyelewenangan dana itu kemudian terendus oleh Komite Korupsi Sudan, yang kemudian melakukan penggerebekan ke Fu Hong pada Desember 2020. Ketika itu, Komite Korupsi menemukan emas dan uang tunai.
Penggerebekan juga dilakukan pada Maret 2021, dengan Komite Korupsi menyita 138 ribu dolar AS. Tetapi komite dilaporkan menuntut 400 ribu dolar AS untuk membatalkan kasus tersebut.
"Semua upaya ini dirahasiakan baik oleh perusahaan maupun oleh komite," tulis The Hong Kong Post.
Meski begitu, kasus tersebut lantas ditemukan oleh Badan Intelijen Umum, dengan fakta bahwa jumlah dana yang dipulihkan tidak pernah diperhitungkan.
Selain proyek infrastruktur, sejumlah ahli juga menyoroti dugaan korupsi skala besar yang dilakukan oleh berbagai perusahaan China di beberapa domain untuk lebih dari 200 proyek, termasuk pertanian, jasa, manufaktur, hingga pertambangan dan kesehatan.
Sejauh ini, ada lebih dari 130 perusahan China yang terlibat langsung di Sudan. Semua berawal ketika Beijing memberikan banyak pinjaman dan hibah tanpa bunga kepada pemerintah Sudan, yang kemudian mendapatkan "imbalan" berbagai proyek.
Sudan sendiri memiliki beban utang senilai sekitar 20 miliar dolar AS ke China. Angka ini sebenarnya masih diragukan oleh banyak ekonom. Sementara investasi langsung dan tidak langsung China di Sudan diperkirakan tidak kurang dari 29 miliar dolar AS.
Dalam perkembangannya, pemerintahan Sudan tampaknya mulai meragukan entitas dari China, yang melakukan eksploitasi besar-besaran, seperti China National Petroleum Corporation (CNPC). Baru-baru ini, pemerintah Sudan melakukan peninjauan kembali perjanjian yang ditandatangani dengan China di masa lalu. (rmol)