Dakwaan: Mantan Penyidik KPK Pasang Tarif Rp 10 M Urus Perkara Eks Bupati Kukar

Dakwaan: Mantan Penyidik KPK Pasang Tarif Rp 10 M Urus Perkara Eks Bupati Kukar

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Kasus mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari disebut menjadi salah satu perkara yang diurus oleh eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Penyidik asal Polri itu diduga meminta Rp 10 miliar sebagai imbalan.

Hal itu terungkap dari dakwaan Robin yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (13/9). Ia didakwa menerima Rp 11 miliar bersama advokat bernama Maskur Husain.

Dalam dakwaan, disebut ada lima pihak pemberi suap. Salah satunya Rita Widyasari yang merupakan terpidana kasus suap dan gratifikasi. Rita juga merupakan tersangka kasus pencucian uang yang sedang diusut KPK.

Hal itu bermula ketika pada Oktober 2020. Robin dikenalkan kepada Rita Widyasari oleh Azis Syamsuddin. Rita dan Azis sama-sama kader Golkar. KPK tidak menjelaskan bagaimana dan di mana perkenalan itu terjadi.

Seminggu setelah perkenalan itu, Robin bersama Maskur Husain, mendatangi Rita di Lapas Kelas IIA Tangerang. Dalam kunjungan tersebut Robin menawarkan bantuan untuk mengurus pengembalian aset Rita Widyasari yang disita KPK terkait kasus pencucian uang serta mengurus peninjauan kembali (PK) yang sedang diajukan ke MA.

Namun, bantuan itu tidak gratis. Robin dan Maskur meminta bayaran Rp 10 miliar.

"Pada saat itu, Terdakwa dan Maskur Husain meyakinkan Rita Widyasari bahwa mereka bisa mengurus pengembalian aset-aset yang disita KPK terkait TPPU dan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Rita Widyasari," kata jaksa.

Selain memasang tarif Rp 10 miliar, mereka juga disebut meminta bagian 50% dari total nilai aset bila berhasil dikembalikan. Tarif itu pun disebut tergolong murah.

Maskur Husain nantinya akan berperan menjadi pengacara Rita. Untuk meyakinkan, Robin disebutkan sebagai penyidik KPK bisa menekan hakim Mahkamah Agung.

"Maskur Husain menyampaikan bahwa lawyer fee sejumlah Rp 10 miliar tersebut lebih murah daripada yang biasanya dia minta, di mana hal tersebut bisa karena ada Terdakwa yang sebagai penyidik KPK bisa menekan para hakim PK, dan akhirnya Rita Widyasari setuju memberikan kuasa kepada Maskur Husain," sambung jaksa.

Menurut jaksa, hasil kesepakatan itu pun dilaporkan Rita kepada Azis Syamsuddin. 

Pada 20 November 2020, terdapat uang Rp 3 miliar yang dikirimkan kepada Maskur Husain. Uang itu disebut sebagai pembayaran lawyer fee dari Rita Widyasari.

Pengirim uang itu ialah Usman Effendi. Rita dan Usman Effendi diduga pernah menjalin kesepakatan peminjaman uang pada 16 November 2020.

Rita berjanji akan mengembalikan uang dua kali lipat dengan jaminan sertifikat tanah seluas 140m² di Jalan Suryalaya III Bandung. Sertifikat itu atas nama Dayang Kartini yang merupakan ibu dari Rita.

Selain itu, Rita juga menyerahkan dokumen atas aset kepada Robin dan Maskur Husain, berupa:

- 1 unit Apartemen Sudirman Park Tower A Lt.43 Unit C di Jakarta Pusat; dan
- Sebidang tanah beserta rumah yang terletak di Jalan Batununggal Elok I No. 34, Bandung.

Pada 27 November 2020, Rita menandatangani surat kuasa kepada Maskur Husain terkait permohonan PK. Sekaligus, mencabut kuasa penasihat hukum sebelumnya.

Rita pun kemudian memberikan uang secara bertahap kepada Robin dan Maskur. Terhitung sejak bulan Januari 2021 sampai dengan April 2021 dengan jumlah keseluruhan Rp 60.500.000.

"Selain itu Terdakwa juga menerima uang sejumlah SGD 200 ribu atau senilai Rp 2.137.300.000 untuk mengurus perkara Rita Widyasari yang diambil Terdakwa bersama Agus Susanto dari rumah dinas Azis Syamsudin di Jalan Denpasar Raya 3/3 Jakarta Selatan, dan sebagian hasil penukaran valuta asing tersebut yaitu sejumlah Rp 1.500.000.000 Terdakwa berikan kepada Maskur Husain di Apartemen Sudirman," kata jaksa.

Dari persekongkolan tersebut, jaksa menyebut keduanya berhasil mendapatkan uang suap untuk mengurus kepentingan Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000,00.

Dari uang itu, Robin memperoleh jatah sebesar Rp 697.800.000. Sedangkan Maskur Husain memperoleh sejumlah Rp 4.500.000.000.

Dalam kasusnya, Rita divonis 10 tahun penjara dengan denda Rp 600 juta subsidair 6 bulan kurungan. Rita terbukti menerima suap dan gratifikasi bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin.
Rita bersama Khairudin dinilai terbukti menerima gratifikasi dari para pemohon izin dan kontraktor sebesar Rp 110.720.440.000. Uang itu ia terima selama menjabat sebagai bupati, dalam kurun Juni 2010 hingga Agustus 2017.

Sementara itu untuk kasus suapnya, Rita dinilai terbukti menerima uang dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima (SGP), Hery Susanto Gun alias Abun. Suap diberikan agar Rita memberikan izin lokasi kepada PT SGP di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kukar, seluas 16 hektare.

Namun, dalam dakwaan, tidak dijelaskan lebih rinci mengenai kelanjutan pengurusan aset serta PK Rita Widyasari itu. KPK pun menegaskan kasus pencucian uang Rita masih berjalan. [kumparan]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita