GELORA.CO - Cukup bisa dikatakan sangat subur praktik jual beli jabatan di Indonesia. Setidaknya dalam lima tahun transaksi suap jual beli jabatan mencapai Rp120 triliun.
Demikian diungkap mantan Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Efendi saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Rabu (1/9). Sofian menyebut angka itu terakumulasi selama dirinya menjadi salah satu komisioner KASN pada periode 2014-2019.
Dengan begitu, jika dihitung rata-rata pertahunnya mencapai Rp24 triliun transaksi jual beli jabatan di lingkungan kepala daerah.
"Itu Rp120 triliun yang terakhir waktu saya di sana tahun 2019. Nah, ini, jelas saya kira sekarang ini sudah melebihi angka tahun 2019 itu," kata Sofian.
Sofian menyebut Rp120 triliun tersebut berasal dari 200 kasus jual beli jabatan yang telah terungkap. Menurut dia, tingginya nilai praktik jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan karena ongkos politik yang terlalu besar. Sofian mencontohkan, saat ini rata-rata ongkos yang dikeluarkan untuk menjadi bupati antara Rp50-100 miliar dan berbeda di setiap daerah.
"Karena mahalnya biaya politik. High cost politic itu. Itu yang menjadi penyebab utama," kata Sofian.
Selain itu, ia turut menyoroti UU 5/2014, yang memberi kewenangan pada kepala daerah dalam mengangkat dan memberhentikan ASN.
Padahal menurutnya di beberapa negara, kepala daerah tak memiliki kewenangan tersebut. Kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan suatu jabatan ada pada sekretaris atau sekjen.
"Itulah yang diberi kewenangan sebagai pejabat pembina kepegawaian. Bukan menteri, bukan, bukan bupati," katanya.[rmol]