GELORA.CO - Sebuah studi yang dilakukan oleh AidData pada Rabu (29/9) menunjukkan BRI kehilangan momentum karena semakin banyaknya penolakan internal di negara-negara target dan utang yang terus meningkat. Hal ini justru membuat Beijing rugi.
Menurut AidData, yang merupakan sebuah laboratorium penelitian di College of William and Mary di Amerika Serikat (AS), "proyek abad ini" yang diluncurkan oleh Xi Jinping pada 2013 iru menghadapi tantangan dan reaksi yang signifikan di luar negeri.
BRI sendiri merupakan inisiasi China dalam pembiayaan dan pembangunan infrastruktur untuk membangun komunitas di seluruh Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Tetapi baru-baru ini ada beberapa proyek yang justru dihentikan.
“Semakin banyak pembuat kebijakan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menghentikan proyek-proyek BRI profil tinggi karena masalah harga yang terlalu tinggi, korupsi, dan keberlanjutan utang,” kata salah satu penulis studi tersebut, Dr Brad Parks, seperti dimuat The Strait Times pada Rabu (29/9).
Di Malaysia, proyek BRI benilai hampir 12 miliar dolar AS telah dibatalkan. Hal yang sama juga terjadi di Kazakhstan dan Bolivia.
Studi AidData mencatat, ada 13.427 proyek yang didukung China di 165 negara selama 18 tahun terakhir. Total nilainya mencapai 843 miliar dolar AS, atau dua kali lipat dari milik Amerika Serikat.
Tetapi Parks menyoroti adanya perubahan besar dalam sentimen publik yang mempersulit negara-negara tersebut untuk mempertahankan hubungan denagn China.
Data menunjukkan ada semakin banyak proyek yang didukung China telah ditangguhkan atau dibatalkan dengan alasan "penyesalan" di antara negara-negara tersebut, termasuk Kazakhstan, Kosta Rika, dan Kamerun.
Di sisi lain, risiko kredit juga meningkat, dengan eksposur utang China sekarang melebihi 10 persen dari PDB di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah.
AidData menemukan bahwa 35 persen proyek BRI berjuang melawan korupsi, pelanggaran perburuhan, pencemaran lingkungan, dan protes publik.
Meski begitu, jurubicara Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang dipimpin China, He Lingxiao berdalih, prinsip-prinsip dalam BRI masuk akal.
"Bagaimana prinsip-prinsip ini akan diterjemahkan ke dalam realitas operasional adalah di mana kami mengadvokasi standar internasional yang tinggi," ujarnya. (rmol)