Penulis: Dahlan Iskan
KETIKA anak-anak muda di Kabul berdemo untuk apa saja, mereka tampak tetap mengibarkan bendera tri-warna: hitam-putih-hijau.
Itulah bendera nasional yang diciptakan di tahun 1928 yang terinspirasi dari bendera Jerman. Ketika itu pimpinan Afghanistan melakukan kunjungan ke Jerman. Lalu meniru saja bendera tiga warna di sana. Warnanya saja yang diganti.
Kelihatannya generasi muda Afghanistan sekarang tetap menyukai bendera seperti itu. Biarlah bendera itu tetap sebagai bendera negara Afghanistan.
Padahal sejak 16 Agustus 2021 sudah diberlakukan bendera baru: satu warna, putih, dengan tulisan Arab warna hitam. Bunyi tulisan Arab itu sama dengan yang harus diucapkan oleh siapa pun ketika mulai menyatakan diri menganut agama Islam. Yakni dua kalimat: Tidak ada Tuhan selain Allah. Muhammad itu Rasul Allah.
Bendera terbaru ini adalah bendera lama: bendera Taliban 1.0. Berarti tidak ada perbedaan dengan bendera Taliban 2.0.
Bahkan antara bendera Taliban dan bendera negara dibuat sama.
Jadi, apakah Taliban itu? Negara? Partai penguasa? Atau apa?
Saya pun mencari tahu: apakah Taliban itu? Jawabnya: Taliban adalah gerakan politik dan tentara Islam Deobandi di Afghaniatan.
Berarti Taliban itu bukan negara. Bukan pula partai. Taliban adalah gerakan politik dan militer Islam sub-aliran Deobandi.
Ini benar-benar baru: Taliban adalah negara Afghanistan. Negara Afghanistan adalah Taliban.
Di Tiongkok, yang juga sulit dibedakan antara negara dan komunis tetap bisa dibedakan. Bendera Tiongkok berbeda dengan bendera Partai Komunis. Sama sekali tidak ada lambang palu-arit di bendera negara Tiongkok.
Demikian juga peringatan hari nasional negara Tiongkok tidak sama dengan peringatan hari lahir Partai Komunisnya. Sidang pleno komite sentral Partai Komunis tetap berbeda dengan sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat negara. Beda waktu, beda tempat dan beda agenda.
Hanya hasilnya yang sama: menerima garis-garis besar negara seperti yang diputuskan dalam sidang pleno komite sentral partai komunis. Itu karena pimpinan sidang-sidangnya adalah orang yang kurang lebih sama.
Alhasil, melihat Taliban di Afghanistan kita tidak bisa menggunakan referensi ketatanegaraan yang pernah kita kenal.
Di Arab Saudi, Wahabi memang menjadi ideologi negara-kerajaan. Tapi Wahabi adalah tetap paham keagamaan. Yang kebetulan dianut oleh keluarga dinasti kerajaan Saudi. Tapi Wahabi tetaplah bukan gerakan politik dan militer seperti Taliban.
Anehnya lagu kebangsaan Afghanistan tidak pernah berubah: tetap "Inilah Tanah Air Para Pemberani". Yang dinyanyikan tanpa musik –saat itu musik dinyatakan sebagai barang haram.
Aslinya lagu kebangsaan itu dinyanyikan oleh ulama Faqir Muhammad Darwish. Yakni seorang yang juga penyanyi lagu-lagu nasyid, khas Timur Tengah.
Saya masih bisa memahami bagaimana sebuah Partai Komunis begitu identik dengan negara. Seperti yang di Tiongkok. Tapi saya masih sulit mencerna bagaimana gerakan politik dan militer sebuah aliran agama bisa begitu identik dengan sebuah negara.
Mungkin bung Mirza atau Pryadi Satriana, atau bung Kliwon yang lebih mampu menjelaskan. (*)