GELORA.CO - Batu berdiameter sekitar satu meter tak jauh dari gua petilasan Pangeran Mangkubumi di Dukuh Gebangkota, Desa Gebang, Masaran, Sragen, Jawa Tengah ini menyimpan misteri dan dianggap keramat.
Sebagian batu itu terpendam di tanah. Sepintas, tidak ada yang istimewa dari batu itu. Namun, batu itu ternyata cukup dikeramatkan oleh warga sekitar. Batu itu berlokasi di tepi jalan yang masih berupa tanah.
Supaya tidak mengganggu akses jalan yang baru saja dibangun, warga setempat sempat hendak memindahkan batu itu ke lokasi lain. Ekskavator juga sudah dioperasikan untuk memindahkan batu itu dari tempatnya. Akan tetapi, nyatanya ekskavator itu tak mampu mengangkat batu yang menyimpan misteri tersebut.
“Karena ekskavator tak mampu, kemudian kami mendatangkan tukang ahli pecah batu. Ia sempat datang ke sini. Namun, ia hanya menengok batu itu dan tidak mau memecah batu itu. Bagi warga sekitar, batu itu akhirnya jadi misteri karena tidak bisa dipindah,” kata Tumin, 55, warga sekitar saat ditemui Solopos.com di lokasi, Minggu (19/9/2021).
Teka-teki terkait misteri batu keramat di Desa Gebang, Sragen, yang konon tak bisa dipindah itu akhirnya terjawab. Hal itu setelah seorang sesepuh warga memberi tahu batu itu sejatinya adalah nisan. Tepatnya nisan seorang panglima perang wanita pengikut setia Pangeran Mangkubumi.
Namanya Panembahan Senopati Nyai Tuginah Wiro Atmojo yang merupakan putri Tumenggung Wiro Atmojo. “Itu cerita dari sesepuh yang paham soal kebatinan. Batu itu dipercaya adalah nisan pemberian Pangeran Mangkubumi sebagai penanda makam anak buahnya yang gugur,” ujar Tumin.
Pohon Wawungan
Di atas batu keramat di Desa Gebang, Sragen, itu dahulu tumbuh pohon wawungan yang juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Dahulu sempat ada warga sekitar yang mengambil sebagian batang kayu dari pohon itu untuk dipakai membuat gagang cangkul.
Akan tetapi, sesaat setelah mengambil kayu itu, warga tersebut jatuh sakit. Khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan, batang kayu itu akhirnya dikembalikan ke lokasi awal.
Saat ini, pohon wawungan itu sudah lapuk dimakan usia. Kendati begitu, tidak ada warga sekitar yang berani menggunakan batang pohon itu sebagai kayu bakar. Saat ini, kayu dari pohon wawungan itu teronggok di seberang jalan. “Kami akan membawa batang kayu itu ke lokasi semula. Kayu itu tidak boleh diseret, tetapi harus diangkat supaya tidak patah,” papar Tumin.
Tak jauh dari lokasi, terdapat 20 makam lain yang juga dipercaya sebagai pusara para pengikut Pangeran Mangkubumi. Makam para pengikut Pangeran Mangkubumi itu hanya ditandai tumpukan batu. Delapan makam berada di satu lokasi.
Sementara makam lainnya tersebar di tepi Sungai Mungkung. “Dulu ada banyak warga pendatang yang biasa di sini. Tujuannya macam-macam mulai dari bertapa di gua hingga berziarah. Itu terjadi sekitar 1980-an,” papar Suroto, tokoh masyarakat desa setempat. [okezone]