GELORA.CO - Usulan memperpanjang masa jabatan presiden tiga periode bukan tidak mungkin bakal terselip dalam amandemen UUD 1945.
Meski awalnya memang amandemen itu dilakukan untuk menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (dulu GBHN, red).
Demikian prediksi pengamat politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi kepada JPNN.com, Minggu (5/9/2021).
“Tiba-tiba nanti ada yang mengusulkan, kemudian ada juga yang menolak, lalu dilanjutkan dengan voting,” ujarnya, Minggu (5/9/2021).
Jika benar kemudian berlanjut pada voting, dipastikan koalisi pendukung pemerintah yang menang.
Sebab, koalisi parpol pendukung pemerintah Jokowi-Ma’ruf sudah lebih dari dua pertiga kekuatan di parlemen.
“Akhirnya ya, dengan mekanisme pemungutan suara terbanyak dan tentu yang mengusulkan dari pro pemerintah ingin sekali tiga periode itu,” tuturnya.
Dengan voting suara terbanyak, sambungnya, maka dipastikan tidak ada yang bisa dilakukan lagi.
Kendati sekalipun partai oposisi dan sebagian anggota DPD RI menolak wacana itu.
“Ketika voting, mereka (koalisi,red) menang. Maka oposisi ini mau tidak mau tentu wajib mengikuti,” ujarnya.
Ditambah sekalipun, nantinya kubu penolak melakukan aksi walk out dan segala macam hal lainnya.
“Akhirnya berubah juga pasal masa jabatan itu,” kata dia.
Asrinaldi menegaskan, seharusnya tokoh-tokoh politik saat ini menyadari masa jabatan presiden merupakan amanat reformasi.
Itu juga merupakan agenda pertama yang dilakukan setelah menumbangkan rezim orde baru.
“Siapa yang mengubah itu (masa jabatan presiden) free ride semua, penumpang gelap demokrasi,” pungkas Asrinaldi. [pojoksatu]