GELORA.CO - Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) turut menyoroti seruan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok yang dikeluarkan pada 2 Juni 2021 lalu.
Dewan Penasehat Hippindo Tutum Rahanta mengatakan, kebijakan tersebut kurang tepat dilakukan saat rokok jadi salah satu barang yang boleh diperjualbelikan.
"Kami fokuskan adalah kenapa barang yang tidak dilarang dijual harus ditutupin. Even di luar negeri pun betapa ketatnya pengontrolan rokok, mereka tidak menutupi, mereka hanya membatasi cara mendapatkannya," kata Tutum saat dihubungi detikcom, Selasa (14/9/2021).
"Kalau ini kan seruannya penutupan, kalau aturannya lebih tinggi itu anak-anak yang dibawah umur tidak boleh memiliki, itu clear, itu Undang-undang, area dilarang merokok itu clear orang tidak boleh merokok. Tetapi bukan orang tidak boleh memiliki atau membeli rokok karena kami ini kan hanya menjual dan memang ini bukan barang yang dilarang untuk diperjual belikan," sambungnya.
Dia mengatakan, petugas yang menutup etalase di minimarket menggambarkan seolah-olah minimarket sebagai penjual terbanyak dari rokok. Padahal, kata dia, minimarket hanya menguasai 5% dari total penjual rokok, sisanya 95% berada di luar minimarket.
"Iya (seperti ngumpet-ngumpet) jualnya. Ratusan triliun mereka setor cukai. Tidak bisa kami hanya menjualkan produk sebelah yang memang tidak dilarang tapi satu sisi kami seakan-akan menjual produk yang dilarang. Dan saya rasa kurang tepat," ujarnya.
Dia menilai, pemerintah kurang adil dalam memberikan kebijakan. Dari industri rokok ini ada banyak yang bergantung pendapatannya termasuk pemerintah, petani tembakau, dan pedagang.
"Kalau industrinya masih diizinkan ya pemerintah bantu promo dari sisi anti rokoknya. Kan masing-masing punya gerakan. Silahkan toh ini juga barang diizinkan untuk dijual secara UU. Kasihan orang yang berusaha, bahwa anda ingin mengkampanyekan sesuatu yang terbaik, lakukanlah dengan cara yang baik pula. Membuat kesadaran dengan ini itu," jelasnya.
Pemerintah diminta untuk menerapkan aturan yang sudah ada dengan sebaik-baiknya seperti mengikuti aturan batasan usia 18 tahun yang harus diawasi pemerintah daerah, aturan perdagangan yang benar, tidak menampilkan iklan ajakan merokok dan lain-lain termasuk gencar mensosialisasikan anti rokok.(detik)