GELORA.CO - Wali Kota perempuan pertama di Afghanistan, Zarifa Ghafari (27) mengaku pasrah dengan kondisi negaranya yang telah dikuasai Taliban. Ia berharap bahwa dia dan negaranya masih memiliki masa depan. Namun jika hal buruk terjadi, maka dia memilih menunggu para milisi itu datang ke rumah dan membunuhnya.
"Saya duduk di sini menunggu mereka datang. Tidak ada yang membantu saya atau keluarga saya. Saya hanya duduk bersama mereka dan suami saya. Dan mereka akan datang untuk orang-orang seperti saya dan membunuh saya. Saya tidak bisa meninggalkan keluarga saya. Lagi pula, kemana aku akan pergi?" kata Zarifa dilansir iNews.co.uk, Rabu, 18 Agustus 2021.
Zarifa Ghafari, menjadi terkenal pada tahun 2018 setelah menjadi wali kota termuda di Afghanistan (dan salah satu warga negara perempuan pertama) di provinsi Maidan Wardak. Di bawah kekuasaan Taliban, muncul kekhawatiran kebebasan perempuan Afghanistan akan terancam.
Taliban pernah menyatakan akan membunuh kritikus perempuan yang pandai berbicara dan berpengaruh secara politik. Dengan kebangkitan Taliban, keberadaan kritikus perempuan seperti Zarifa Ghafari bisa jadi ancaman.
"Orang-orang muda sadar akan apa yang terjadi. Mereka memiliki media sosial. Mereka berkomunikasi. Saya pikir mereka akan terus berjuang untuk kemajuan dan hak-hak kami. Saya pikir ada masa depan untuk negara ini," ujarnya.
Seperti diketahui, pada Minggu, milisi Taliban telah mengambil alih kendali di ibu kota Kabul dan menguasai Afghanistan hanya dalam waktu 10 hari. Saat ibu kota jatuh, anggota senior pemerintah telah berhasil melarikan diri. Tapi Ghafari, memilih tetap tinggal dan tidak punya tempat untuk bersembunyi.
"Kami berpikir bahwa Kabul tidak akan jatuh ke tangan Taliban, Farzana Kochai, seorang anggota parlemen Afghanistan, mengatakan kepada saya. Dia mengatakan bahwa puluhan ribu keluarga melarikan diri ke Kabul untuk keselamatan sekarang tinggal di jalan-jalan dan taman. Jika kekuasaan dialihkan dari pemerintah ke pemberontak, keluarga-keluarga itu harus kembali ke rumah mereka dan hidup di bawah kekuasaan Taliban," katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujahid berjanji bahwa kehidupan perempuan dan lawan akan dilindungi. Para pemberontak mengatakan mereka akan menawarkan amnesti kepada mereka yang bekerja dengan pemerintah Afghanistan atau pasukan asing.
"Tidak ada nyawa, harta benda, dan martabat yang akan dirugikan dan nyawa warga Kabul, tidak akan terancam," kata Taliban.
Namun, jaminan tersebut disambut dengan skeptisisme yang mendalam warga Afghanistan, di tengah kekhawatiran mereka akan kembali ke kebijakan garis keras yang pernah dilakukan Taliban sebelum mereka dipaksa keluar pada tahun 2001 – termasuk penindasan terhadap perempuan dan anak perempuan.[viva]