GELORA.CO - Indonesia Corruption Watch (ICW) telah menerima surat somasi kedua yang dikirimkan pihak Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, terkait tudingan promosi obat Ivermectin dan bisnis ekspor beras. ICW akan mempelajari terlebih dahulu untuk menentukan sikap.
"(Surat somasi kedua) sudah diterima oleh ICW, ada yang datang ke kantor, tadi dikasih tahu ICW," kata pengacara ICW Muhammad Isnur, kepada wartawan, Jumat (6/8/2021).
Isnur menyebut ICW belum menentukan sikap untuk merespons somasi kedua itu. Pihaknya, kata Isnur, akan mendiskusikan dulu secara saksama isi dari surat somasi tersebut bersama tim pendamping.
"Tentu kami akan baca dulu, kami pelajari dan kami akan sikapi dalam waktu cepat. Tentu ICW juga akan membuat rilis atau konpers jika memang diperlukan ya," ucapnya.
"Tapi tentu kami nggak akan diamkan, kami akan kasih saran, sebagai pendamping hukum kami akan kasih saran, kami akan berikan juga membangun tanggapan, karena ini ICW juga nggak sendiri kan, tapi dengan puluhan lembaga pendamping," tambahnya.
Lalu, dia menyinggung soal balasan ICW yang berisi klarifikasi dalam somasi pertama kepada pihak Moeldoko. Menurutnya, pihak ICW telah dua kali mengirim surat tanggapan somasi ke Moeldoko dengan mengirim e-mail dan surat tertulis langsung.
"Jadi memang di hari pertama itu kami kirim e-mail, kami menyangka teknologinya sudah canggih dengan itu dianggap cukup. Tapi ternyata itu nggak cukup, perlu surat hard copy gitu, akhirnya hari kedua kami kirimkan hard copy-nya," ujarnya.
Isnur menjelaskan isi dari klarifikasi ICW dalam membalas somasi pertama pihak Moeldoko. Dalam klarifikasi itu, ICW menjelaskan tentang legalisasi lembaga hingga penjelasan serta bukti dari ICW soal promosi obat Ivermectin yang menyeret nama Moeldoko.
"Terkait istilah ada kemudian disampaikan salah seorang staf ICW terkait bahasa ekspor beras itu dugaannya itu yang kita klarifikasi, karena saat ini laporannya terkait PT NoorPay, HKTI Pak Moeldoko yang dimaksud ICW bukan soal ekspor beras. Tapi adalah soal pengiriman tenaga untuk dilatih kerjasama antara NoorPay dan HKTI. Jadi itu kesalahan pengucapan yang kami koreksi dalam berbagai kesempatan baik di media televisi, baik di rilis ICW.
Jadi seperti di media menggunakan hak jawab, dan mengubah redaksi. Di sini pun ICW menggunakan kesempatannya memperbaiki redaksi yang seharusnya bukan ekspor beras, tapi adalah pelatihan pengiriman tenaga kerja atau tenaga ahli," jelasnya.
Seperti diketahui, pihak Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengaku akan mengirimkan surat somasi kedua kepada Indonesia Corruption Watch (ICW). Pada somasi kedua ini, pihak Moeldoko memberi waktu 3x24 jam untuk ICW membuktikan tuduhannya.
"Kita berikan waktu yang cukup kepada 3x24 jam. Baik sekali Pak Moeldoko ini, dia bilang bahwa supaya ada waktu yang cukuplah. Jangan nanti dibilang kita ini sewenang-wenang, kalau 1x24 jam nggak cukup, ya kita kasih 3x24 jam. Karena bagi kita yang penting itu dia bisa membuktikan atau tidak. Jangan sembarang menuduh," ujar pengacara Moeldoko, Otto Hasibuan, Kamis (5/8).
"Kalau kemarin kami beri 1x24 jam, mungkin itu tidak cukup walaupun sebenarnya mereka sudah menyelidiki satu bulan, Pak Moeldoko bilang kasih lagi kesempatan dia, kasih kesempatan untuk bisa membuktikan apakah Pak Moeldoko yang benar atau ICW yang benar," imbuhnya.
Dia mengatakan ICW perlu membuktikan di mana dan dari siapa Moeldoko mendapatkan keuntungan dalam peredaran Ivermectin. Selain itu, ICW diminta membuktikan dengan cara apa Moeldoko melakukan ekspor beras.
"Pertama kapan, di mana Pak Meoldoko terlibat mendapatkan buru rente dan mendapatkan keuntungan dalam peredaran Ivermectin kalau ada keuntungan yang didapatkan siapa yang memberikan untuk memberikan untung, memberikan rente kepada Pak Meoldoko. Kedua, kapan dan di mana dan dengan siapa dan dengan cara apa Pak Moeldoko bekerja sama dengan PT NoorPay melakukan ekspor beras," kata Otto.(detik)