GELORA.CO - Pemerintahan Joko Widodo terus melakukan pinjaman utang ke luar negeri di tengah pandemi virus corona baru (Covid-19).
Pada semeter II tahun 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mencari tambahan utang sebesar Rp 515,1 triliun.
Kemenkeu menklaim, angka utang itu lebih rendah dari rencana Undang Undang APBN 2021.
Menkeu Sri Mulyani mengurangi kenaikan utang yang awalnya Rp 1.1177 triliun menjadi Rp 958 triliun atau turun 18,6 persen.
Pakar politik dan hukum Universitas Nasional (Unas), Saiful Anam mencurigai bahwa Covid-19 hanya untuk legitimasi untuk mencari utang yang dilakukan oleh rezim Jokowi.
"Jangan-jangan covid ini justru hanya ingin melegitimasi untuk mencari utang sebesar-besarnya," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (1/8).
Sehingga kata Saiful, bisa jadi seolah-olah Indonesia dalam keadaan genting corona yang diakibatkan penanganan yang tidak sesuai dengan UU.
Ia mengaku khawtair jika pola keuangan negara di era Jokowi terus seperti saat ini, maka rakyat yang menanggung beban berat utang negara
"Kalau hanya bisanya (utang) demikian, maka tentu rakyat yang akan menjadi korban harus menanggung beban utang negara," pungkas Saiful.
Posisi utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) per akhir Juni 2021 tercatat sebanyak Rp 6.554,56 triliun.
Dengan beban utang sebanyak itu, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menyentuh 41,35 persen. (RMOL)