GELORA.CO - Kejaksaan Agung RI masih melakukan proses untuk pemberhentian Pinangki Sirna Malasari (PSM) sebagai aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kejaksaan Agung. Sebab, Pinangki status perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap alias inkracht.
“Masih dalam proses,” kata Jaksa Agung Muda Pengawasan, Amir Yanto saat dikonfirmasi VIVA pada Kamis, 5 Agustus 2021.
Namun, Amir belum menjelaskan secara detail perkembangan proses pemberhentian Pinangki sebagai ASN di lingkungan Korps Adhyaksa termasuk kapan keputusan pemberhentian tersebut selesai.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman mendesak Kejaksaan Agung untuk mencopot Pinangki Sirna Malasari (PSM) sebagai aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Padahal, Pinangki status perkaranya sudah inkracht alias berkekuatan hukum tetap. Sebab, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tidak mengajukan kasasi atas vonis yang dijatuhi Pengadilan Tinggi DKI terhadap hukuman Pinangki menjadi 4 tahun penjara.
“Sampai sekarang (Pinangki) juga belum dicopot dari PNS. Mestinya, dia karena melakukan tindak pidana korupsi segera diproses untuk diberhentikan dengan secara tidak hormat,” kata Boyamin.
Menurut dia, sikap Jaksa Agung ST Burhanuddin yang tak langsung memecat Pinangki amat disayangkan. Sesuai undang-undang, bahwa orang yang melakukan korupsi itu jika sudah mendapat putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap), maka langsung diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH).
“Saya pernah melihat ada Jaksa yang lain juga diberhentikan dengan tidak hormat, itu karena melakukan tindak pidana yang hukumannya bahkan lebih tinggi. Ini juga ada jaksa yang lain diberhentikan dengan tidak hormat karena diduga melakukan korupsi, putusan inkracht,” ujarnya.
Diketahui, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding yang diajukan terdakwa Pinangki. Putusan banding membuat hukuman terpidana kasus yang berkaitan dengan Djoko Tjandra itu, berkurang jauh dibanding putusan hakim pada tingkat pertama.
Hal itu tertuang di dalam Putusan 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI yang diputuskan pada Selasa, 8 Juni 2021. Pada putusan tingkat pertama, Pinangki divonis 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Jika denda tak dibayarkan, maka diganti dengan hukuman penjara 6 bulan.
Lalu, putusan tingkat banding memvonis hukuman terhadap Pinangki selama 4 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Jika denda tak dibayarkan maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. Artinya, lama hukuman bagi Pinangki turun 6 tahun dari sebelumnya.
Kemudian, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tidak mengajukan upaya kasasi atas putusan banding terdakwa Pinangki Sirna Malasari. Pada putusannya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi empat tahun penjara.
Kepala Kejari Jakarta Pusat, Riono Budi Santoso menjelaskan alasan JPU tidak mengajukan upaya kasasi karena semua tuntutan JPU telah dipenuhi oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Selain itu, ujar Riono, merujuk Pasal 253 ayat 1 KUHAP, tidak ada alasan pihaknya mengajukan kasasi atas putusan banding Pinangki.
"(Sehingga) JPU tak mengajukan permohonan kasasi," ujarnya pada Senin, 5 Juli 2021.
Kini, Pinangki sudah diekseksi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tangerang, Banten untuk menjalani masa hukuman penjara selama empat tahun dan hukuman kurungan selama enam bulan.[viva]