GELORA.CO - Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7,07 persen pada kuartal II tahun 2021 secara tahunan (yoy), tidak lebih tinggi dibanding negara-negara mitra dagang.
Hal itu dijabarkan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, dalam diskusi virtual bertajuk "Waspada Gelombang Dua Pemulihan Ekonomi Triwulan II-2021", Jumat (6/8).
"Yang menarik dari pertumbuhan ekonomi yang diumumkan BPS kemarin adalah kita cukup tinggi 7,07 persen. Tapi kalau dibandingkan dengan negara-negara lain yang menjadi mitra dagang, kita masih jauh lebih rendah ya," ujar Tauhid.
Tauhid menjelaskan, satu hal yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi tinggi, dan bukan hanya dialami Indonesia tapi juga negara lain, yaitu karena faktor dari basis pertumbuhan ekonomi yang rendah atau terkontraksi dalam (low base effect) pada kuartal II-2020.
"Misalnya, China dari minus (-) 6,8 menjadi 18,3 (persen). Amerika dari minus (-) 9 menjadi 12,2 (persen), dan Singapura minus (-) 13,3 menjadi 14 (persen)," sebut Tauhid membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2021 yang mencapai 7,07 persen, karena pada kuartal II tahun 2020 terkontraksi hingga minus (-) 5,32 persen.
Meski Tauhid mafhum bahwa perekonomian Indonesia tidak bisa dibandingkan secara aple to aple dengan ketiga negara tersebut, tapi ia melihat berbagai upaya dari negara lain untuk memulihkan ekonomi bisa lebih maksimal dalam momentum (low base effect) yang sama, yaitu kuartal II-2021 dibanding kuartal II-2020.
"Jad kita tidak perlu terlalu berbangga ketika memang fenomena (low base effect) ini terjadi, karena negara lain mengalami yang sama. Cuma perbedaannya berapa besar prosenstase dari (low base effect) sebagai sumbangan dari pertumbuhan ekonomi, itu yang menarik," tandas Tauhid.(RMOL)