Pemerintah Hapus-Buru Pembuat Mural, Sosiolog Unair Sebut Bisa Jadi Bola Salju

Pemerintah Hapus-Buru Pembuat Mural, Sosiolog Unair Sebut Bisa Jadi Bola Salju

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Sejumlah mural berisi kritikan dan sindiran di berbagai daerah saat pandemi COVID-19 mendadak viral dan menjadi sorotan. Mural-mural yang diketahui berada di Tangerang dan Pasuruan itu kini telah dihapus dan pembuatnya diburu.

Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Prof Bagong Suyanto menilai mural merupakan seni alternatif yang sudah umum. Namun, mural bisa menjadi berbeda jika dimanfaatkan untuk kepentingan politik dan menyangkut simbol atau lambang negara.

"Muralnya sebenarnya bukan hal baru ya. Sudah biasa ada itu. Dan itu menjadi seni alternatif. Yang baru itu, ketika mural itu dimanfaatkan untuk kepentingan aspirasi politik. Kalau menurut saya sebetulnya tidak masalah selama kritiknya konstruktif," jelas Bagong kepada detikcom, Minggu (15/8/2021).

"Tapi kalau menyangkut simbol kenegaraan ya tentu tugas negara untuk mencegah atau menghilangkan hal-hal yang berkaitan dengam simbol kenegaraan. Misal ada gambarnya Pak Jokowi. Nah itu kan tidak diperbolehkan. Karena sudah ada simbol kenegaraannya. Tapi kalau mural yang sifatnya aspiratif, kritik itu ya masih bisa ditolerir sebagai ekspresi masyarakat," imbuhnya.

Menurut Bagong, mural yang berisi kritikan atau bahkan menyangkut lambang negara tidak bisa dibiarkan. Karena jika dibiarkan akan dikhawatirkan menjadi bola salju. Untuk itu, dia mengimbau bagi masyarakat yang ingin memberikan kritik seharusnya melalui saluran yang ada.

"Ya, khawatirnya kan menggelinding seperti bola salju kan. Makin lama makin besar. Mungkin yang dikehendaki (Pemerintah) masyarakat lewat saluran yang sudah ada," ujar Bagong.

"Kalau yang dikehendaki pemerintah lewat saluran yang disediakan ya. Kan ada banyak yang disediakan ya. Di tingkat lokal maupun di tingkat pusat. Kalau di Jatim bisa melalui radio, orang bisa juga berkirim resmi," tambanya lagi.

Menyalurkan saran dan kritik melalui saluran resmi, lanjut Bagong, memang di sebagian masyarakat dianggap tidak menarik. Untuk itu ia menilai kritik dengan pembuatan mural juga bisa dianggap agar kritik mereka ingin dilihat dan didengar.

"Tapi ini malah membuat orang tidak menarik perhatian ya. Masyarakat kan lebih memilih jalan yang alternatif itu ya. Tentu ada keinginan agar lebih dilihat ya. Tapi yang harus dilihat itu apakah itu ada sponsornya atau tidak memang butuh penyelidikan di sana. Kalau ada kelompok tertentu yang menunggangi itu yang perlu diperhatikan," urainya.

Bagong juga menilai, penghapusan mural di Pasuruan oleh aparat bukan sebagai sikap alergi terhadap seni khususnya mural. Namun hal itu dilakukan pemerintah sebagai bentuk kehati-hatian agar tidak dimanfaatkan kepentingan politik kelompok tertentu.

"Ya bukan anti mural ya. Ya situasinya ini yang tidak kondusif. Memang pandemi ini situasinya tidak kondusif. Khawatirnya kan ini dimanfaatkan kepentingan politik. Saya kira wajar pemerintah lebih berhati-hati," tuturnya.

"Tapi kalau dibaca lepas ada kelompok yang punya kepentingan atau nggak harus dibaca sebagai masukan. Ini kan politik ya, jangan sampai dibawa ke ranah hukum saja. Kalau ranah politik yang diajak berdiskusi, komunikasi," tandasnya.[detik]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita