Oleh:Gde Siriana Yusuf
SORE ini, 10 Agustus 2021 kami berniat datang ke Bareskrim untuk menjemput Syahganda Nainggolan yang genap 300 hari telah menjalani hukuman 10 bulannya, yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Depok dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat.
Syahganda masih berupaya kasasi ke MA, yang hingga hari ini belum ada putusan MA. Tetapi karena belum ada surat yang diterima Syahganda dan pengacaranya, Alkatiri, tentang perpanjangan penahanan oleh MA sambil menunggu putusan MA, maka seharusnya hari ini Syahganda bebas demi hukum.
Saya, Hendri, Wahyono, Syawal dan Dedi, semuanya alumni ITB kecuali saya, menunggu di luar Bareskrim sambil berbincang menikmati kopi panas. Sementara Alkatiri mengurus pengeluaran Syahganda di bagian Tahti (Tahanan dan Barang Bukti). PPKM level-42 masih belum memungkinkan banyak orang masuk ke Bareskrim.
Kami tahu Alkatiri sejak tiba dari Surabaya dengan kereta langsung menuju Bareskrim untuk penjemputan ini. Dari pembicaraan sehari sebelumnya kami dan Alkatiri masih punya keyakinan Syahganda bisa keluar malam ini mengingat belum ada surat perpanjangan penahanan dari MA hingga sore ini.
Informasi Alkatiri dari dalam Tahti Bareskrim, dijelaskan bahwa Tahti ingin jaksa penuntut umum hadir saat mengeluarkan Syahganda karena jaksa yang menyerahkan Syahganda ke Tahti sebagai tahanan titipan PN Depok tetapi jaksa penuntut umum tidak bersedia datang ke Bareskrim.
Meski demikian, antara Jaksa dan Pengacara Alkatiri sudah ada kesepahaman bahwa benar tidak ada surat perpanjangan penahanan dari MA hingga sore itu, dan karenanya Syahganda harus keluar tahanan. Demikian juga dengan pihak Tahti Bareskrim.
Hari sudah jelang malam. Belum ada, tanda-tanda kami terima dari Alkatiri yang masih di dalam Tahti Bareskrim. Tak terasa sudah jam 10 malam. Pantas perut keroncongan. Akhirnya kami mencari warung makan di sepanjang jalan Bareskrim dan Masjid Al Azhar.
Sop dan sate kambing yang kami pesan seperti menjadi simbol keyakinan kami yang masih besar bahwa Syahganda akan tetap keluar malam ini. Apalagi Alkatiri mendapat informasi dari Tahti bahwa Syahganda akan keluar jelang tengah malam.
Saya bergurau menjawab Alkatiri, "bilangin aja pak Alkatiri, Cinderella aja sebelum jam 12 malam harus pulang."
Santapan sup kambing hampir habis, lalu Buyung dan Iman seorang keponakan Syahganda, bergabung. Makin ramai, makin asyik suasana. Omongan tentang rencana-rencana untuk mempertemukan Syahganda dengan kawan-kawan aktivis lain meluncur bebas.
Malam sudah menunjukkan pukul 10.30. Kami hubungi lagi Alkatiri dengan WA Call untuk update proses pengeluaran Syahganda. Kami juga tahu Alkatiri belum makan. Jadi kami mengajaknya ikut makan malam bersama kami.
Saat makan bersama, Alkatiri masih menunjukkan keyakinannya malam ini Syahganda akan keluar tahanan, bebas demi hukum. Saat tengah makan tiba-tiba dihubungi Tahti via WA Call, katanya ada yang mau dibicarakan termasuk bersama Syahganda juga.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11 lebih, ketika selesai makan Alkatiri bersama staf nya kembali masuk Bareskrim.
Kami yang di luar setia menunggu. Yang belum shalat Isya mencari masjid Al Azhar, sayang sudah tutup. Akhirnya dapat mushala di kantor ATR dengan bantuan komunikasi pemilik warung.
Kami pindah tempat menunggu karena warung sop mau tutup. Dapat warung lain yang lebih dekat Bareskrim. Kami lanjutkan menunggu. Jelang tengah malam mulai ada kekhawatiran di antara kami, ada suatu masalah yang sedang dihadapi Alkatiri.
Kami telpon tidak diangkat. Tak lama ada balasan dari staf Alkatiri, sedang berdebat katanya.
Berdebat apa lagi? Mulai ada pertanyaan dan kemungkinan buruk dibicarakan di antara kami. Bahkan ada pembicaraan jika Syahganda ditambah masa penahanannya sebelum kasasi putus, artinya MA akan menambah masa hukumannya.
Tak lama kemudian masuk WA chat dari Alkatiri. Katanya ada surat dari MA, ada dua surat tepatnya.
Surat pertama tentang masa penahanan Syahganda yang akan berakhir 9 Agustus, dimulai sejak 21 Juni. Ini masa penahanan 50 hari. Bernomor surat 7098 tertanggal 6 Agustus 2021.
Lalu surat bernomor 7099 tertanggal 6 Agustus yang menyatakan Syahganda berakhir masa penahanan 50 harinya tanggal 9 Agustus, tetapi diperpanjang penahanannya selama 60 hari.
Saat mengetahui ini, sebagai awam kami merasakan kejanggalan. Pertama, bagaimana mungkin penahanan 50 hari mau berakhir, tepatnya 4 hari sebelum berakhir baru dibuatkan suratnya tanggal 6 Agustus.
Kedua, bagaimana mungkin nomor surat itu bisa dibuat berurutan di hari yang sama 6 Agustus. Mungkin ini suatu kelaziman di MA, kami tidak tahu.
Tetapi logika kami berkembang, menghubungkan antara informasi dari Alkatiri bahwa pihak Jaksa dan Tahti sejak sore bilang tidak ada surat perpanjangan penahanan. Kenapa sekarang tiba-tiba muncul surat MA?
Kami menunggu Alkatiri keluar, dia masih berdebat di dalam terkait surat itu. Saat keluar Alkatiri menjelaskan kelazimannya bahwa seharusnya surat MA dikirim melalui Pengadilan. Dan diterima hardcopy, bukan softcopy via WA.
Tim pengacara Syahganda tentu lebih paham arti situasi ini, dan punya banyak pertanyaan yang harus segera dapat jawaban. Misalnya validitas surat tersebut dan pelanggaran hukumnya jika ada.
Kami mengakhiri malam ini dengan kekecewaan mendalam, dan hati gundah gulana. Sebagai rakyat biasa kami bertanya dalam hati kami masing-masing, seburuk itukah hukum yang berlaku di negeri ini?
Sebelum berpisah kami hanya berharap Syahganda tetap kuat dan semangat menjemput kebebasannya. Insya Allah.
(Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia )(KAMI)