GELORA.CO - Menteri Urusan Muslim Singapura Masagos Zulkifli mengatakan hati komunitas Melayu-Muslim begitu gembira menyambut keputusan dibolehkannya perawat Muslim mengenakan jilbab.
Menurutnya, keputusan ini menempuh perjalanan yang cukup panjang. Kendati begitu, ia menegaskan persoalan jilbab bukan hanya tentang apa yang diinginkan Muslim, tetapi ini memiliki dimensi nasional.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong pada Ahad (29/8) mengumumkan mulai November 2021, perawat di sektor kesehatan publik akan diizinkan mengenakan jilbab. Lee berharap keputusan itu akan diterima oleh semua pihak dengan semangat yang tepat, dalam upaya menguatkan komitmen bersama untuk komunitas Singapura yang multirasial dan multireligius.
"Ketika kita bergerak pada isu-isu seputar area seperti seragam, kita harus memastikan bahwa semua orang memahami langkah ini, menerima langkah ini, Muslim, non-Muslim, dan itu memberinya dimensi nasional. Pada saat yang sama, kami ingin memastikan bahwa saat kami melanjutkan ini, itu menyatukan kami, itu tidak memecah belah kami," kata Zulkifli kepada wartawan melalui Zoom, dilansir di Channel News Asia, Senin (30/8).
Menteri Kedua untuk Pendidikan dan Luar Negeri Singapura Maliki Osman mengatakan masyarakat mengapresiasi pengumuman tersebut. Masyarakat juga memahami tentang keinginan wanita Muslim mengenakan jilbab.
"Kami berharap ini juga akan terus memungkinkan mereka menjalankan tugasnya secara efektif, profesional, terutama selama ini ketika mereka berada di garis depan memerangi Covid untuk kita," kata Osman.
Dalam siaran pers yang dikeluarkan Ahad (29/8), Kementerian Kesehatan (MOH) Singapura mengatakan kebijakan yang direvisi itu akan mempengaruhi lebih dari 7.000 staf perempuan Muslim di seluruh sektor layanan kesehatan publik. Mereka terdiri dari staf dari kelompok layanan kesehatan publik SingHealth, Grup Layanan Kesehatan Nasional dan Sistem Kesehatan Universitas Nasional, Badan Promosi Kesehatan, Otoritas Ilmu Kesehatan, Vanguard Health, dan holding Kementerian Kesehatan.
Aturan berpakaian akan didasarkan pada pedoman implementasi dan klinis yang dikembangkan oleh komite pengarah implementasi dan panel penasihat klinis yang ditunjuk Kemenkes. "Kami telah secara ekstensif melibatkan petugas kesehatan dari berbagai ras dan agama dan berkonsultasi dengan para ahli klinis dalam menyusun pedoman, dengan mempertimbangkan praktik pemakaian jilbab dalam pengaturan perawatan kesehatan di negara lain," kata wakil keamanan pengembangan dan ketua komite pengarah implementasi Depkes Singapura Benjamin Koh.
MOH menyatakan lembaga yang memutuskan mengizinkan staf mengenakan jilbab harus selaras dengan pedoman klinis sebagai bagian dari pencegahan infeksi dan praktik terbaik keselamatan kerja. Kementerian Tenaga Kerja (MOM) juga merilis pernyataan pada Ahad yang mencatat pemberi kerja layanan kesehatan di sektor swasta didorong mengambil acuan dari kebijakan baru tersebut, meskipun tidak wajib.
Serikat Pekerja Layanan Kesehatan juga mengeluarkan pernyataan yang menyampaikan rasa senang untuk lebih banyak fleksibilitas bagi perawat di sektor layanan kesehatan umum untuk mengenakan jilbab. Namun, perawat yang memilih mengenakan jilbab saat bekerja harus tetap menjunjung tinggi protokol pengendalian infeksi serta memprioritas keselamatan diri mereka sendiri dan orang di sekitar.
"Dengan mengizinkan perawat memutuskan apakah mereka ingin mengenakan jilbab, kami berharap ini akan membantu menurunkan hambatan bagi perawat Muslim yang ingin bergabung dengan sektor kesehatan, tetapi menahan diri karena pedoman saat ini tentang jilbab," kata Serikat Pekerja Layanan Kesehatan, Ahad (29/8). [republika]