GELORA.CO - Pemerintah disarankan untuk tidak buru-buru senang dengan hasil pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2021 yang meroket 7,07 persen yoy. Sebab, proyeksi pertumbuhan ekonomi akan kembali minus di kuartal ke III 2021.
Begitu kata peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira menanggapi laporan Badan Pusat Statistik (BPS) soal laju ekonomi Indonesia berhasil tumbuh di kuartal II 2021.
Menurut Bhima, proyeksi pertumbuhan ekonomi akan kembali minus di kuartal III 2021 nanti karena adanya lonjakan kasus Covid-19 dan PPKM Level 4.
"Jangan keburu senang dulu karena pemulihan semu satu kuartal," ujar Bhima kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (5/8).
Baginya, yang terpenting sekarang adalah pemerintah fokus antisipasi kuartal III dan kuartal IV agar ekonomi bisa selamat dari resesi dan tumbuh positif satu tahun penuh.
Apalagi, pertumbuhan 7 persen yoy di kuartal II tahun 2020 merupakan hal yang wajar lantaran di tahun lalu menyentuh angka minus (-) 5,3 persen.
“Jadi ada sedikit pemulihan saja langsung positif tinggi. Ini disebut low base effect. Kuartal II masih belum ada PPKM darurat, mobilitasnya lebih bagus dari kuartal ke III," jelas Bhima.
Pada kuartal II, juga harus diakui ada pemulihan yang semu. Misalnya, indeks keyakinan konsumen naik menjadi 107,4 menunjukkan masyarakat mulai optimis berbelanja.
"Waktu itu mobilitas sudah mulai tinggi, meski belum seperti pra pandemi. Masyarakat juga terbantu dengan adanya THR dibayar penuh, berbeda dengan tahun sebelumnya yang bisa dicicil. THR berperan penting mendorong masyarakat belanja. Daya beli sempat pulih," terang Bhima.
Tak hanya itu, di sektor industri manufaktur juga bagus pemulihan di kuartal ke II, PMI manufaktur sempat 53 atau ada di atas angka 50 yang menandakan industri mulai ekspansi lagi.
"Dari sisi ekspor dan investasi mulai rebound. Kinerja ekspor tertolong harga komoditas pertambangan dan perkebunan yang tinggi," pungkas Bhima.[rmol]