GELORA.CO - Video Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan ucapan selamat hari raya Naw-Ruz 178 EB ke komunitas Baha'i disorot sejumlah netizen di media sosial. Yaqut memberikan penjelasan.
Berdasarkan pantauan detikcom, Selasa (27/7/2021), netizen mempertanyakan apakah Baha'i sudah menjadi agama resmi di Indonesia atau tidak. Selain itu, netizen mempertanyakan Menag yang memberikan ucapan selamat hari raya ke komunitas Baha'i.
Video lengkap pernyataan Menag itu diunggah juga di akun YouTube Baha'i Indonesia. Video itu diunggah pada 26 Maret 2021.
"Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Kepada saudarakau masyarakat Baha'i di mana pun berada, saya mengucapkan selamat merayakan hari raya Naw-Ruz 178 EB. Suatu hari pembaharuan yang menandakan musim semi spiritual dan jasmani, setelah umat Baha'i menjadikan ibadah puasa selama 19 hari," kata Yaqut mengawali pernyataannya.
Yaqut juga menyampaikan pesan persatuan seluruh elemen bangsa. Selain itu, dia menekankan mengenai pentingnya moderasi beragama.
"Semoga hari raya ini dapat menjadi kesempatan dan momentum bagi seluruh bangsa kita untuk saling bersilaturahim dan memperkokoh persatuan dan kesatuan, menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi beragama bahwa agama perlu menjadi sarana yang memberikan stimulus rohani bagi bangsa Indonesia untuk senantiasa bekerja sama dan maju," lanjut Yaqut dalam video tersebut.
detikcom kemudian meminta tanggapan kepada Yaqut atas videonya yang disorot di Twitter. Yaqut lantas menjelaskan dasar kehadirannya di acara komunitas Baha'i. Berikut ini selengkapnya:
UU PNPS No. 1 Tahun 1965
PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965
TENTANG
PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 1
Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok agama itu.
PENJELASAN
Pasal 1
Dengan kata-kata "Di muka Umum" dimaksudkan apa yang lazim diartikan dengan kata-kata itu dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius).
Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah perkembangan Agama-agama di Indonesia.
Karena 6 macam Agama ini adalah agama-gama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia, maka kecuali mereka mendapat jaminan seperti yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 Undang-undang Dasar, juga mereka mendapat bantuan-bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan oleh pasal ini.
Ini tidak berarti bahwa agama-agama lain, misalnya: Yahudi, Zarasustrian, Shinto, Taoism dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh pasal 29 ayat 2 dan mereka dibiarkan adanya, asal tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain.
Terhadap badan/aliran kebatinan, Pemerintah berusaha menyalurkannya ke arah pandangan yang sehat dan ke arah Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini sesuai dengan ketetapan M.P.R.S. No. II/MPRS/1960, lampiran A. Bidang I, angka 6.
Dengan kata-kata "Kegiatan keagamaan" dimaksudkan segala macam kegiatan yang bersifat keagamaan, misalnya menamakan suatu aliran sebagai Agama, mempergunakan istilah-istilah dalam menjalankan atau mengamalkan ajaran-ajaran kepercayaannya ataupun melakukan ibadahnya dan sebagainya. Pokok-pokok ajaran agama dapat diketahui oleh Departemen Agama yang untuk itu mempunyai alat-alat/cara-cara untuk menyelidikinya.
Yaqut memberikan penjelasan lebih lanjut. Dia menerangkan dalam konstitusi Indonesia tak dikenal istilah agama 'diakui'.
"Konstitusi kita tidak mengenal istilah agama 'diakui' atau 'tidak diakui', juga tidak mengenal istilah 'mayoritas' dan 'minoritas'. Hal ini bisa dirujuk pada UU PNPS tahun 1965 tersebut," kata Yaqut lewat pesan singkat.
Yaqut menegaskan kehadirannya di acara komunitas Baha'i semata-mata dalam konteks untuk memastikan negara menjamin kehidupan warganya. Hal itu ditegaskan Yaqut sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
"Negara harus menjamin kehidupan seluruh warganya. Apa pun agamanya, apa pun keyakinannya," ujar dia. [detik]