GELORA.CO -Pengadilan Negeri Klas 1 A Khusus Palembang akhirnya menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi dana hibah yang menjerat empat terdakwa pengurus yayasan serta kontraktor pembangunan Masjid Raya Sriwijaya tahun 2015-2017.
Empat terdakwa yang dihadirkan secara virtual dalam layar monitor persidangan dari Rutan Tipikor Pakjo serta Lapas Perempuan Merdeka Palembang, pada Selasa (27/7) tersebut, Eddy Hermanto, Syarifudin, Yudi Arminto serta Dwi Kridayani.
Saat membacakan dakwaan, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel menyebut mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Alex Noerdin, diduga menerima aliran dana sebesar Rp 2,3 miliar.
“Mengenai uraian dakwaan jadi sesuai tupoksi dan SOP, jadi apa yang kami bacakan dalam dakwaan tadi sudah sesuai dengan fakta di lapangan,” ujar Ketua Tim JPU Kejati Sumsel Na'imullah SH MH diwawancari usai persidangan seperti dikutip dari RMOL Sumsel.
Dalam dakwaan JPU, disebutkan bahwa sebelum dilakukan proses pencairan dana, pihak Perbendaharaan BPKAD Sumatera Selatan meminta Biro Kesra untuk melakukan verifikasi dokumen.
Namun tersangka Ahmad Nasuhi yang saat itu selaku Pit Biro Kesra hanya melakukan formalitas verifikasi. Tanpa melihat kebenaran dari dokumen seperti domisili dari Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang berada di Jakarta. Bukan di Sumatera Selatan.
Setelah dilakukan verifikasi diserahkan kembali ke BPKAD dan pada tanggal 8 Desember 2015 Laoma L. Tobing selaku Kepala BPKAD melakukan pencairan dana Hibah Masjid Sriwijaya ke Rekening Bank Sumsel Babel atas nama Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang dengan nomor rekening 170-30-70013 sebesar RP 50 miliar.
Namun alamat rekening atas nama Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang beralamat di jalan Danau Pose E 11 nomor 85 Jakarta yang merupakan alamat rumah Lumasiah selaku wakil seketaris Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
Bahwa setelah uang masuk rekening atas nama Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang baru dibayarkan oleh Muddai Madang selaku Bendahara dengan realisasi pembayaran uang muka pertama kepada PT Brantas Abipraya-Yodya Karya KSO pada bulan Januari 2010 sebesar Rp 48,499 miliar.
Setelah menerima pembayaran tersebut, Bambang E Marsono selaku Direktur Utama PT Brantas Abipraya (Persero) mengarahkan terdakwa Dwi Kridayani untuk membuat rekening operasional divisi 1 yaitu rekening nomor 1130050880883 pada Bank Mandiri Cabang A Rivai atas nama PT Brantas Abipraya yang otoritas penggunaan rekening tersebut ada pada Yudi Arminto selaku project manager.
Adapun penggunaan uang dalam rekening operasional divisi 1 tersebut penggunaannya harus meminta persetujuan dari para direksi PT Brantas Abipraya (Persero) termasuk oleh Bambang E Marsono selaku Direktur Utama.
Bahwa dari pencairan uang muka pembayaran sebesar Rp 48,49 milair,- melalui Bank Mandiri nomor rekening 1660001427103 atas nama PT Brantas Abipraya dan PT Yodya Karya (KSC) di transfer ke rekening operasional divisi 1 yaitu rekening nomor 1130050880883 pada Bank Mandiri Cabang Arivai atas nama PT Brantas Abipraya sebesar Rp 33 miliar.
Sisanya diambil oleh Dwi Kridayani sebesar Rp 2,5 miliar, dipotong oleh PT Brantas Abeparaya dihitung keuntungan Rp 5 miliar, dan dipergunakan oleh terdakwa Yudi Arminto dengan alasan operasional proyek padahal untuk diberikan kepada Terdakwa Syarifuddin maupun kegunaan pihak-pihak lainnya diantaranya sebesar Rp1 miliar.
Dan untuk Alex Noerdin sebesar Rp 2,343 miliar serta sewa heli untuk Alex Noerdin sebesar Rp 300 juta.
Selanjutnya dan uang yang diterima oleh Terdakwa Syarifuddin sebesar Rp 1 miliar diberikan untuk keperluan pembelian tiket penerbangan pihak Yayasan Wakaf masjid Sriwijaya seperti Lumasia, marwah M Diah dan Toni Aguswara.
Selanjutnya pada tahun 2016 Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang diusulkan kembali oleh pemerintah provinsi Sumatera Selatan melalui Biro Kesra untuk menerima bantuan hibah, namun Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya tidak memperoleh hibah.
Kemudian pada tahun 2017 Yayasan Wakaf masjid Sriwijaya menerima alokasi dana hibah untuk pembangunan masjid sriwijaya sebesar Rp 80 miliar, berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Selatan.
Sementara itu, Tenaga Ahli Anggota DPR RI yang juga Juru Bicara Alex Noerdin, Kemas Khoirul Mukhlis mengatakan, pihaknya tidak mau terlalu menanggapi dakwaan JPU tersebut. “Itu kan baru dakwaan,” kata Kemas saat dihubungi.
Ia mengatakan, Alex Noerdin merasa tidak pernah menerima apapun dari aliran dana hibah Masjid Raya Sriwijaya tersebut. “Beliau merasa tidak pernah menerima. Silakan buktikan di persidangan,” tuturnya.
Terkait kasus tersebut, Alex Noerdin menurutnya baru dilakukan pemanggilan sebanyak satu kali oleh Kejaksaan Tinggi Sumsel. “Baru satu kali. Kemaren memang berhalangan. Pemanggilannya untuk melengkapi berkas terdakwa Mukti Sulaiman,” ucapnya.
Meskipun telah didakwa JPU, namun pihaknya meyakini jika tidak ada keterlibatan sama sekali dari Alex Noerdin dalam kasus tersebut.
“Saya yakin beliau tidak terlibat sama sekali,” tandas dia(RMOL)