GELORA.CO - Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, mengatakan angka kematian tinggi di wilayahnya karena petugas medis kewalahan menghadapi banyaknya pasien.
Menurutnya, di awal pandemi dulu, kematian lebih didominasi di rumah sakit, khususnya pasien menggunakan ventilator di ruang ICU. Belakangan, akibat layanan rumah sakit selalu penuh masyarakat memilih tetap berada di rumah. Alhasil, saat kondisi gawat baru dibawa ke rumah sakit.
"Baru-baru ini kami mencermati juga banyak kasus death on arrival di IGD. Jadi artinya terlambat datang ke rumah sakit," ucap Emil, Sabtu (24/5).
Emil menuturkan, Pemprov Jawa Timur sebenarnya sudah menyediakan rumah-rumah isolasi terpadu dengan total kapasitas 3.000 sampai 8.000 pasien. Namun fasilitas ini tidak dimanfaatkan dengan masif oleh warga.
Warga, kata Emil, lebih memilih berdiam diri di rumah. Mereka baru ke rumah sakit ketika merasa gejala yang dirasakan tidak bisa ditangani mandiri.
"Jadi masyarakat punya tendensi untuk stay at home dan kemudian kalau sudah tidak tertahankan baru ke rumah sakit. Ini yang kemudian justru mengkhawatirkan karena turunnya kondisi pasien itu bisa sangat cepat, saturasi bisa drop tiba-tiba begitu saja," jelasnya.
Emil, bersama jajaran Pemprov dan tingkat kabupaten/kota kemudian melakukan survei atas latar belakang pilihan warga tersebut. Dari hasil survei diketahui warga lebih nyaman berobat ke pusat kesehatan desa.
Hambatan kemudian muncul saat terdapat surat edaran agar petugas di pusat kesehatan desa tidak diizinkan memasang infus terhadap pasien.
"Saya baca di sini tulisannya kalau emergency boleh, tapi langsung rujuk ke Puskesmas kasih tahu ke Puskesmas nah kami juga khawatir jangan-jangan ada Ponkesdes yang tidak mengabari Puskesmas dia obati saja sendiri terus pulang," pungkasnya.
Melihat kondisi tersebut, Emil berpandangan sejatinya sistem kesehatan di tingkat desa berjalan cukup baik. Sebab menurutnya kondisi ini tidak akan terjadi di perkotaan di mana setiap warga langsung mengakses pusat layanan kesehatan seperti rumah sakit.
Diketahui tingkat kematian di Jawa Timur menjadi sorotan karena kontribusi kematian cukup tinggi. Per tanggal 23 Juli kematian di Jawa Timur sebanyak 349 kasus dengan penambahan kasus positif covid-19 sebanyak 6.912 kasus. (merdeka)