GELORA.CO - Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan menyarankan Moeldoko introspeksi diri dan menghargai hukum serta etika politik.
Menurut Syarief, di tengah pandemi yang semakin mengkhawatirkan, seharusnya Moeldoko fokus dalam tugasnya sebagai pembantu presiden.
"Sangat tidak elok seorang pembantu presiden memperkeruh suasana dan mengganggu kebatinan Presiden Jokowi yang tengah fokus berjuang menghadapi pandemi. Saya meyakini Pak Jokowi merasa terganggu dengan berbagai manuver Moeldoko yang tidak menghargai hukum dan etika politik ini," ujar Wakil Ketua MPR RI ini dalam keterangannya, Rabu (14/7/2021).
Sebagai informasi, tanggapan tersebut sehubungan dengan gugatan Kubu Moeldoko terhadap putusan Menteri Hukum dan HAM terkait penolakan Kepengurusan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang pada 5 Maret ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
"Apa yang dilakukan oleh Kubu Moeldoko ini sangat tidak logis dan merusak kewibawaan pemerintah. Sebagai Pembantu Pak Jokowi, harusnya Moeldoko memahami bahwa putusan Menkumham adalah putusan pemerintah sebab Menkumham adalah bagian dari Kabinet Pak Jokowi. Apalagi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga telah menolak gugatan terkait pokok hal yang sama pada 4 Mei 2021," kata Menteri Koperasi dan UKM di Era Presiden SBY ini.
Diketahui, Kubu Moeldoko melakukan upaya hukum dalam memohon pengesahan KLB Deli Serdang. Namun, semua putusan yang ada menolak permohonan tersebut dalam keputusan final dan mengikat (inkracht).
Sebelumnya, pada 15 Maret, Kubu Moeldoko mendaftarkan permohonan pengesahan KLB Deli Serdang kepada Kemenkumham yang berakhir dengan penolakan pengesahan oleh Menkumham pada 31 Maret. Selain itu, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1 April yang juga dinyatakan gugur oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 Mei 2021.
Syarief menyebutkan bahwa dalam konteks yuridis, gugatan tersebut tidak memiliki landasan hukum yang kokoh. Menurutnya, jika merujuk pada Putusan Menkumham tertanggal 31 Maret tersebut, objek permohonan Kubu Moeldoko adalah Perubahan Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga (AD dan/atau ART) partai politik, serta perubahan kepengurusan partai politik sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 34 tahun 2017.
Lebih lanjut, Syarief menegaskan, Kemenkumham tidak dalam posisi menafsirkan AD dan/atau ART partai politik, sebab Kemenkumham tidak memiliki kewenangan semacam itu.
Kemenkumham, kata dia, semata-mata menolak permohonan KLB Deli Serdang karena tidak memenuhi persyaratan administratif. Oleh karena itu, lanjut Syarief, jika putusan Menkumham ini yang digugat ke PTUN, maka ada ketidaksesuaian antara apa yang didalilkan (keberatan Putusan Menkumham) dengan substansi gugatan (hasil Kongres Partai Demokrat tahun 2020 dan keterpilihan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat) sehingga gugatan tersebut menjadi tidak jelas (obscur libel).
Selain itu, Syarief menyatakan, dengan adanya putusan Menkumham tertanggal 31 Maret tersebut, Kubu Moeldoko tidak memiliki kedudukan hukum sehingga gugatan tersebut cacat secara formil.
"Gugatan Kubu Moeldoko ini tidak memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Karena itu, saya percaya Majelis Hakim akan bijak dan secara jernih dan cermat untuk menyatakan tidak dapat diterima," tutup Syarief.(detik)