Oleh:M. Rizal Fadillah
MENKO Marinves Luhut Binsar Panjaitan ditunjuk sebagai Koordinator PPKM Darurat untuk Jawa dan Bali, sementara Menko Perekonomian Airlangga Hartarto untuk di luar Jawa dan Bali.
Khususnya penunjukan Luhut menjadi perhatian menarik karena untuk kesekian kali Presiden Jokowi mempercayakan pekerjaan strategis kepada Luhut Binsar Panjaitan. Publik menilai "Luhut lagi, Luhut lagi".
Apakah keadaan ini menjadi sinyal dari peristiwa semacam Super Semar sebagaimana saat Presiden Soekarno membuat Surat Perintah Sebelas Maret kepada Soeharto?
Mungkin terlalu jauh, tetapi bisa juga didekatkan. Kondisi yang diprediksi adalah Jokowi memang panik dengan penanganan pandemi Covid-19 yang dinilai gagal. Alih-alih menurun, nyatanya semakin melonjak tingkat keterpaparan masyarakat. Rumah sakit dan rumah isolasi merata penuh.
Memang Luhut dan Airlangga yang menjadi koordinator. Luhut tentu lebih dominan di samping seloroh "Luhut lagi, Luhut lagi", juga Luhut ini dipandang sebagai "The Real President" atas pengaruh besarnya dalam pemerintahan Jokowi.
Dalam hubungan dominan dengan RRC, Luhut menjadi LO-nya. Proteksi atas nama investasi mampu mengabaikan kritik dan kegelisahan rakyat. Luhut adalah benteng pertahanan Jokowi.
Pandemi menjadi beban berat Jokowi. Uang yang digunakan sangat besar, utang membengkak, ekonomi tidak bergerak, investasi macet, dan lempar-lemparan kue tidak membantu.
Korupsi juga terjadi dan mungkin juga saweran komisi. Prediksi normal kembali ternyata tak terealisasi bahkan Jokowi menyatakan jujur "ngeri dan gemetar" melihat BOR tinggi Wisma Atlet yang 92 persen bed terisi.
Di tengah pandemi yang membuat ngeri dan gemetar, Jokowi terus diserang kritik dari delapan penjuru angin. Mulai gelar pembual hingga desakan untuk mundur. Suara desakan semakin terdengar nyaring. Kepercayaan rakyat yang semakin melemah dan upaya untuk memperpanjang jabatan menjadi tiga periode mendapat perlawanan.
Pandemi tidak mampu meng-upgrade kewibawaan karena tidak menggaet hati rakyat. Pikiran hanya ekonomi dan bisnis. Padahal pertumbuhan ekonomi ambruk. Pandemi menyalakan sinyal bahaya dan Jokowi mulai panik. Penunjukkan Luhut dan Airlangga adalah wujud dari kepanikan itu.
Kepanikan adalah kegoyahan. Antisipasi disiapkan melalui amandemen perpanjangan, dekrit beralasan pandemi, serta "Super Semar". Luhut adalah orang Presiden yang paling dipercaya setelah kepercayaan lain Moeldoko ambyar. Pengalihan kekuasaan secara bertahap dimulai. Ujiannya dengan penanganan Jawa dan Bali. Luhut sangat siap.
Semar adalah ayah Gareng, Petruk, dan Bagong (Jawa) atau Cepot, Dawala, dan Gareng (Sunda). Petruk atau Dawala berhidung panjang. Mereka ada dalam dunia pewayangan sebagai Punakawan. Kapan muncul dan kapan disimpan ditentukan oleh sang Dalang.
Semar yang sakti tergantung Dalang yang "super". Jadi Super Semar akan dikeluarkan tergantung Dalang yang mengatur lakon permainan di Istana.
Penunjukan Luhut Binsar Panjaitan apakah menjadi sinyal bahwa kedaruratan pandemi telah bergeser menjadi kedaruratan ekonomi dan politik sehingga diperlukan semacam Super Semar itu?
Dalang yang tentu lebih tahu
(Pemerhati politik dan kebangsaan.)