GELORA.CO - China memiliki vaksin Covid-19 buatannya sendiri, yakni Sinovac dan Sinopharm, lantas mengapa negara itu mulai melirik vaksin buatan negara lain untuk digunakan di dalam negeri?
China adalah satu-satunya ekonomi besar di dunia yang tidak menyetujui atau mendistribusikan vaksin COVID-19 yang menggunakan teknologi mRNA.
Padahal, mRNA terbukti menjadi salah satu alat paling efektif dalam mencegah penyebaran COVID-19.
Tapi sikap China terhadap mRNA mungkin berubah.
Pada hari Kamis lalu, outlet media China Caixin melaporkan bahwa regulator China telah menyelesaikan tinjauan vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh pembuat vaksin mRNA Jerman BioNTech.
Vaksin tersebut akan didistribusikan secara lokal melalui Fosun Pharma China.
Melansir Fortune, Sabtu (17/7/2021), Fosun masih menunggu persetujuan akhir dari regulator, tetapi, setelah disetujui, Fosun dapat menyebarkan 100 juta dosis yang diperolehnya dari BioNTech Desember lalu ke pasar China pada akhir 2021.
Persetujuan tersebut juga akan membuka kapasitas Fosun untuk memproduksi 1 miliar lebih banyak vaksin BioNTech di dalam negeri per tahun.
Itu merupakan bagian dari kesepakatan yang dicapai Fosun dan BioNTech pada bulan Mei untuk membuat perusahaan patungan baru di China.
Persetujuan yang ditunggu-tunggu sudah lama datang.
Fosun telah mengajukan permohonan agar vaksin BioNTech disetujui di pasar China setidaknya sejak November lalu, ketika BioNTech dan distributor global lainnya Pfizer pertama kali mengumumkan data klinis yang menunjukkan bahwa vaksin mRNA efektif melawan COVID-19.
Vaksin Pfizer dan BioNTech telah memperoleh persetujuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan terbukti sangat efektif, termasuk terhadap varian Delta.
Penundaan persetujuan China terhadap vaksin BioNTech kemungkinan disebabkan, sebagian, karena pemerintah secara terbuka meragukan kegunaan vaksin mRNA dan promosi alternatif vaksin buatannya sendiri.
Tetapi munculnya varian Delta COVID-19 baru-baru ini mungkin mendorong Beijing untuk mengubah taktik.
Di tengah wabah COVID-19 varian Delta, pemerintah asing tampaknya kehilangan kepercayaan pada kinerja vaksin China dibandingkan dengan vaksin mRNA dari perusahaan seperti BioNTech dan Moderna.
Beijing mungkin juga sampai pada gagasan bahwa vaksin mRNA dapat meningkatkan respons pandeminya sendiri.
Caixin melaporkan bahwa pihak berwenang berencana untuk menggunakan vaksin BioNTech bukan sebagai alternatif dari vaksin yang diproduksi di dalam negeri, tetapi sebagai vaksin penguat opsional setelah orang mendapatkan rejimen dua dosis vaksin China.
China juga pada akhirnya dapat menambahkan suntikan mRNA dari produsen dalam negeri.
Walvax Biotechnology, pembuat vaksin swasta yang berbasis di provinsi Yunnan barat daya China, memiliki kandidat vaksin mRNA terkemuka di China dan sedang menunggu izin untuk memulai uji coba Tahap III akhir.
“Saya percaya China benar-benar perlu memiliki vaksin mRNA sendiri,” kata Dr. Tong Xin, direktur pengembangan penelitian di Walvax. “Teknologi vaksin ini telah terbukti efektif… Saya sangat berharap bisa diluncurkan di tanah Tiongkok.” [tribun]