GELORA.CO - Ekonom senior Rizal Ramli menilai pemerintah saat ini bandel dalam urusan utang. Indikasinya ialah mahalnya suku bunga yang dikenakan ditambah lagi jumlah utang yang ugal-ugalan.
"Ini karena saking dableknya jadi meminjam duit bunganya lebih mahal dua kali lipat," ujar Rizal dalam kanal tvOne di YouTube.
Dia mengatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani meminjam dengan bunga sangat mahal dibanding negara lainnya di ASEAN.
Sebagai perbandingan, Indonesia menerbitkan bond dengan tingkat imbal hasil (yield) 6,6 persen. Adapun Filipina hanya memberikan yield 3,8 persen, Vietnam (2,1 persen), dan Thailand (1,6 persen).
"Mereka itu ratingnya lebih rendah dari kita, seharusnya kita dapat lebih murah dong, kan, rating Indonesia lebih tinggi dari mereka," kata Rizal.
Dia mencontohkan, bila pemerintah menerbitkan surat utang senilai USD 1 miliar dengan bunga selisih 2 persen maka berbunga selama 10 tahun, untuk bunganya saja akan berjumlah sekitar USD 3 miliar.
"Itu mengapa rakyat diuber-uber pajak, ya pajak sembako, pajak pendidikan, dan sebagainya," jelas dia.
Dia menambahkan, kalau ekonomi mau tumbuh hingga 6 persen maka pertumbuhan kredit itu harus 15 -18 persen.
Namun, masalahnya telah terjadi crowding out effect, pertumbuhan kredit tahun lalu itu minus 2,4 persen, bulan Mei ini minus 1,3 persen.
Rizal menjelaskan, crowding out effect terjadi ketika pemerintah getol mencari pendanaan demi belanja sektor publik yang jor-joran.
Akibatnya, seluruh uang beredar terserap ke kantong pemerintah.
"Tidak ada lagi sisa uang beredar untuk mendanai proyek-proyek bisnis sektor swasta," ucap dia.
Rizal melanjutkan, salah satu bentuk umum dari crowding out effect ialah ketika pemerintah meningkatkan penerbitan surat utang negara (SUN) demi membiayai belanjanya.
"Artinya apa, boro-boro di dalam ekonomi itu ditambahkan uang untuk likuiditas malah disedot oleh SUN. Itulah yang menjelaskan kenapa daya beli rakyat anjlok. Padahal ini 5,5 persen dari GDP," tandas Rizal Ramli. (*)