GELORA.CO - Dosen komunikasi Ade Armando membandingkan jumlah kematian akibat Corona di Indonesia dengan Inggris. Pernyataan Ade Armando ini mendapat kritik keras dari pakar sosiologi bencana.
Guru besar bidang sosiologi bencana dari Universitas Teknologi Nanyang Singapura, Prof Sulfikar Amir, merespons cuitan Ade Armando itu di Twitter. Menurutnya, membandingkan angka kematian membutuhkan kehati-hatian.
"Membandingkan angka kematian membutuhkan kehati-hatian agar kita paham validitas angka-angka itu dan faktor-faktor pembedanya," tulis Sulfikar Amir lewat akunnya, @sociotalker, Senin (19/7/2021). detikcom telah meminta izin untuk mengutip cuitan tersebut.
Sulfikar Amir mengkritik keras cara Ade Armando membandingkan angka kematian akibat Corona di Inggris dan Indonesia lewat unggah template Facebook seperti meme. Sebab, cara ini dinilai menyepelekan nyawa manusia.
"Tetapi membandingkan angka kematian lewat sebuah meme bukan hanya ketololan, tapi satu niat jahat untuk menyepelekan nilai dari setiap nyawa manusia yang hilang," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa para ilmuwan harus berhati-hati dalam membandingkan data ini. Bahkan, harus ada catatan kritis soal sensitivitasnya.
"Dalam ilmu bencana, mortalitas dan morbiditas adalah indikator untuk mengukur keparahan suatu bencana. Tetapi para ilmuwan juga beri catatan kritis bahwa angka-angka ini sangat sensitif, politis, dan tidak serta-merta mewakili realitas yang kompleks. Karena itu, butuh wisdom untuk memaparkannya," tuturnya.
Menurutnya, membaca data kematian adalah membaca luka. Oleh karena itu, tidak perlu ada perasaan bangga atau menganggapnya sebagai prestasi.
"Membaca data kematian adalah membaca luka, membaca duka, membaca derita. Tidak ada prestasi yang perlu dibanggakan. Tidak ada suka yang harus dirayakan. Tugas ilmuwan adalah mencari jawaban kenapa itu terjadi dan bagaimana mencegahnya," ungkapnya.(detik)