GELORA.CO - PT Kimia Farma (Persero) Tbk akan melaksanakan vaksinasi gotong royong berbayar mulai Senin (11/7) besok. Adapun, vaksin Covid-19 yang akan digunakan adalah Sinopharm.
Vaksin Sinopharm sendiri saat ini ketersediaannya sebanyak 1,5 juta. Dari total jumlah tersebut, sebanyak 500 ribu merupakan hibah dari Pemerintah Uni Emirat Arab.
Hal ini pun dikritisi oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh. Sebab, penjualan vaksin itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Permenkes Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Khususnya di Pasal 7A ayat 4 yang mengatakan bahwa vaksin covid yang digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi program yang diperoleh hibah, sumbangan atau pemberian baik dari masyarakat atau negara lain dilarang diperjualbelikan.
Diketahui, salah satu vaksin Gotong Royong Individu yang mau dijual itu adalah vaksin Sinopharm. Padahal Indonesia menerima hibah 500.000 dosis vaksin Sinopharm dari Uni Emirat Arab.
“Nah ini kontra dengan Permenkes 19/2021 Pasal 7A ayat 4. Jelas ini sangat bertentangan dengan Permenkes 19/2021,” jelas Nihayatul kepada JawaPos.com, Minggu (11/7).
Namun, apabila pemerintah mengatakan bahwa yang dijual bukan yang hibah, hal itu pun belum tentu benar. Sebab, tidak ada jaminan jika vaksin tersebut benar-benar bukan hibah.
“Kalaupun pemerintah bilang yang akan dijual bukan yang hibah. Bagaimana membedakan yang hibah dan yang bukan?” imbuhnya.
Khawatirnya lagi, lanjutnya, program ini dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan secara pribadi. Sama seperti yang pernah terjadi yang dilakukan oleh oknum Kimia Farma di Medan yang menggunakan alat rapid test bekas dalam memeriksa pasien untuk mendapatkan untung.
“Iya (untuk kepentingan pribadi program vaksinasi berbayar). Bagaimana kalau ternyata ada yang menjual Sinopharm ke pihak lain untuk dijual,” pungkasnya. [jawapos]