GELORA.CO - Pemerintah telah menetapkan beberapa kabupaten dan kota di Sumatera Barat (Sumbar) berstatus PPKM Darurat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar mengeluarkan maklumat, taujihat, dan tausiyah yang menolak status tersebut, khususnya soal larangan ibadah berjamaah di tempat ibadah.
Dalam surat bernomor 003/MUI-SB/VII/2021 yang beredar hari ini, MUI Sumatera Barat memandang bahwa pembatasan kegiatan masyarakat dilakukan bukan karena sebatas mereka bisa berkumpul, tapi karena adanya kemungkinan terjadinya kerumunan, sehingga pemutusan rantai penularan yang diharapkan menjadi salah satu cara pengendalian Pandemi Covid-19, tidak terwujud.
"Dengan alasan itu, maka peniadaan kegiatan ibadah di rumah ibadah baik masjid, surau ataupun musala tidak bisa disetujui dan diterima sebagai landasan kebijakan di Sumatera Barat, karena kecilnya potensi terjadinya kerumunan tersebut. Di samping itu, dispensasi kepada tempat-tempat lain di luar rumah ibadah menunjukkan inkonsistensi dalam penerapan alasan kebijakan karena di tempat-tempat tersebut berpotensi lebih besar terjadinya kerumunan yang dikhawatirkan itu," kata edaran yang ditandatangai Ketua Umum MUI Sumbar, buya Gusrizal Gazahar bersama Sekretaris Umum, Zulfan.
"Bila peniadaan kegiatan ibadah tetap dipaksakan maka akan berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat khususnya umat Islam terhadap usaha pengendalian wabah Covid- 19," lanjut MUI.
MUI Sumbar memandang, kegiatan ibadah kaum muslimin sangat tidak pantas dipandang sebagai penghalang penanggulangan Covid-19. Menurutnya, sikap keberagamaan harus dijadikan sebagai bagian yang terdampak oleh wabah tersebut.
Karena itu, menjadi kewajiban semua pihak untuk menjaga peningkatan pengamalan ajaran agama apalagi dalam kondisi semakin mewabahnya COVID-19 di mana seluruh umat Islam harus semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT.
MUI memberikan Taujihat atau arahan agar Sholat Idul Adha tetap dilaksanakan sesuai tuntunan syari'at tanpa meninggalkan protokol kesehatan yang diperketat.
"Sholat berjamaah dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah SAW yaitu dengan merapatkan shaf, namun pelaksanaan kegiatan lainnya seperti dalam mendengarkan khutbah, dilakukan dengan menjaga jarak serta memakai masker," katanya.
Kepada pengurus masjid atau panitia penyelenggara hari raya Idul Adha, agar membentuk tim relawan yang bertugas untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19, serta menyediakan masker sebagai antisipasi jika ada jamaah yang terlupa membawa masker.
"Agar jangan sampai kegiatan ibadah menimbulkan sikap memandang enteng kondisi wabah yang sedang terjadi, maka kegiatan berjamaah yang dilakukan oleh kaum muslimin, baik di masjid maupun di luar masjid, begitu pula di tempat-tempat berhimpunnya masyarakat, harus dengan tetap menjalankan protokol kesehatan secara disiplin. Termasuk dalam protokol kesehatan itu adalah menjaga jarak di saat berada di dalam masjid kecuali ketika menunaikan salat berjamaah," katanya.
Seperti diketahui, PPKM Darurat akan diterapkan di luar Jawa dan Bali. Di Sumbar, daerah yang menerapkan PPKM Darurat adalah Padang Panjang, Bukittinggi, dan Padang.
Berikut isi Maklumat, Taujihat, dan Tausiyah MUI Sumbar
I. Maklumat
1. Memperhatikan peningkatan angka penyebaran Covid-19 di beberapa tempat di Sumatera Barat, maka semua pihak dituntut agar disiplin menjalankan protokol kesehatan yang ketat dalam berbagai kegiatan, bukan hanya di rumah ibadah saja, namun juga di tempat-tempat berhimpun lainnya yang berpotensi terjadinya "kerumunan" banyak orang lainnya, seperti di pasar, mall, rumah makan/restoran, dan tempat-tempat wisata. Kepada penyelenggara kegiatan yang mengakibatkan berkumpulnya orang banyak, agar menegakkan protokol kesehatan dan menyediakan sarana pencegahan penularan Covid-19 seperti alat cuci tangan, hand sanitizer, masker atau alat lainnya.
2. MUI Sumatera Barat memandang bahwa pembatasan kegiatan masyarakat dilakukan bukan karena sebatas mereka bisa berkumpul tapi karena adanya kemungkinan terjadinya "kerumunan" sehingga pemutusan rantai penularan yang diharapkan menjadi salah satu cara pengendalian Pandemi Covid-19, tidak terwujud. Dengan alasan itu, maka peniadaan kegiatan ibadah di rumah ibadah (masjid/surau/mushalla) tidak bisa disetujui dan diterima sebagai landasan kebijakan di Sumatera Barat karena kecilnya potensi terjadinya "kerumunan" tersebut. Di samping itu, dispensasi kepada tempat-tempat lain di luar rumah ibadah menunjukkan inkonsistensi dalam penerapan alasan kebijakan karena di tempat-tempat tersebut berpotensi lebih besar terjadinya "kerumunan" yang dikhawatirkan itu. Bila peniadaan kegiatan ibadah tetap dipaksakan maka akan berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat khususnya umat Islam terhadap usaha pengendalian wabah Covid-19
3. Agar jangan sampai kegiatan ibadah menimbulkan sikap "memandang enteng" kondisi wabah yang sedang terjadi, maka kegiatan berjamaah yang dilakukan oleh kaum muslimin, baik di Masjid maupun di luar Masjid, begitu pula di tempat-tempat berhimpunnya masyarakat harus dengan tetap menjalankan protokol kesehatan secara disiplin. Termasuk dalam protokol kesehatan itu adalah menjaga jarak di saat berada di dalam masjid kecuali ketika menunaikan sholat berjamaah, dimana kaum muslimin dituntut merapatkan shaff untuk kesempurnaan sholat sebagaimana tuntunan Rasulullah saw, namun dengan memakai masker untuk mengurangi resiko penularan Covid-19.
4. MUI Sumbar memandang bahwa kegiatan ibadah kaum muslimin sangat tidak pantas dipandang sebagai penghalang penanggulangan Covid-19 bahkan sikap keberagamaan harus dijadikan sebagai bagian yang terdampak oleh wabah tersebut. Karena itu menjadi kewajiban semua pihak untuk menjaga peningkatan pengamalan ajaran agama apalagi dalam kondisi semakin mewabahnya Covid-19 dimana seluruh umat Islam harus semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT.
5. Di samping usaha-usaha yang bersifat medis, MUI Sumbar menyampaikan bahwa seluruh umat Islam harus menjadikan do'a dan tilawah al-Qur'an sebagai wasilah untuk mendapatkan kesembuhan dan perlindungan dari Allah swt. Karena itu, umat Islam terutama di Sumatera Barat agar meningkatkan ibadah serta merutinkan tilawah al-Qur'an terutama sesudah sholat subuh dan maghrib.
II. Taujihat
Sehubungan dengan pelaksanaan ibadah pada Hari Raya Idul Adha, maka kami menyampaikan arahan sebagai berikut;
a) Sholat Idul Adha tetap dilaksanakan sesuai tuntunan syari'at tanpa meninggalkan protokol kesehatan yang diperketat.
b) Sholat berjamaah dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah saw yaitu dengan merapatkan shaff, namun pelaksanaan kegiatan lainnya seperti dalam mendengarkan khutbah, dilakukan dengan menjaga jarak serta memakai masker.
c) Pelaksanaan Sholat dan Khutbah ditunaikan secara "iqtishad" (sederhana) dengan
membaca ayat-ayat pendek serta meringkaskan khutbah.
d) Menggunakan masker ketika sholat dalam kondisi normal adalah makruh, namun ketika dalam keadaan hajat adalah boleh digunakan bahkan bisa dianjurkan dalam keadaan darurat.
e) Kepada Pengurus masjid musholla/surau ataupun panitia penyelenggara hari raya agar membentuk tim/relawan yang bertugas untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19, serta menyediakan masker sebagai antisipasi jika ada jamaah yang terlupa membawa masker.
f) Kepada pihak terkait, seperti BPBD/Satgas dan lainnya, diharapkan ikut membantu penyediaan alat/sarana prokes pada tempat-tempat penyelenggaraan sholat idul Adha
g) Untuk mencegah berhimpunnya jamaah yang sangat banyak, maka pelaksanaan Sholat Idul Adha di suatu daerah atau kenagarian yang tingkat wabahnya tidak terkendali, diharapkan tidak terfokus pada satu tempat saja.
h) Mengingat sirkulasi udara dan kemudahan dalam melakukan protokol kesehatan dengan menjaga jarak, sholat Idul Adha dilaksanakan di lapangan terbuka bila tidak terhalang oleh hujan. Ini juga bersesuaian dengan petunjuk syari'at Islam yang lebih mengutamakan sholat Idul Adha di mushalla (lapangan) sebagaimana amalan Rasulullah saw.
i) Jamaah dalam pelaksanaan Sholat Id, adalah penduduk yang berdomisili di lingkungan daerah tersebut atau jamaah rutin.
j) Bagi siapa saja yang dalam keadaan sakit dengan indikasi/ciri-ciri tertular Covid-19, dilarang ikut berjamaah di masjid, lapangan, atau tempat keramaian lainnya, agar jangan menjadi pembawa mudharat bagi saudara-saudaranya yang lain dengan kemungkinan besar dia menularkan Covid-19.
k) Bagi jamaah yang khawatir tertular atau menularkan Covid-19 di masa wabah seperti sekarang ini, boleh mengambil rukhshah untuk tetap berada di rumah saja dan menjalankan ibadah di rumah saja.
l) Terkait pelaksanaan takbir Idul Adha yang dimulai sejak terbenamnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah (takbir muthlaq/mursal), lebih diutamakan untuk dikumandangkan di masjid-masjid dan dibolehkan di tempat-tempat kaum muslimin berada, namun takbir di jalanan untuk kondisi saat ini, cukup dilakukan ketika keluar dari rumah menuju ke tempat sholat Idul Adha.
m) Pemotongan hewan qurban dilakukan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan dan menghindari timbulnya kerumunan orang banyak.
n) Pembagian daging qurban dilakukan dengan mengantarkan langsung ke rumah-rumah penerima. Panitia penyelenggara qurban agar melibatkan pemuda/ remaja masjid. Di samping menghindari kemungkinan penularan Covid-19, juga untuk meraih pahala yang lebih besar dengan mengamalkan yang afdhal dalam petunjuk syari'at Islam dimana shadaqah itu diantarkan kepada yang berhak, bukan diminta untuk dijemput. Ini merupakan petunjuk hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dari Haritsah Ibn Wahab al-Khuza'i al-Kufi.
o) Kepada panitia penyelenggara qurban diharapkan agar melibatkan tenaga profesional dalam penyembelihan untuk mempersingkat waktu penyelenggaraan dan membentuk relawan yang dapat mengawasi penerapan protokol kesehatan guna pencegahan penularan Covid-19, serta menyediakan masker sebagai antisipasi jika ada yang terlupa membawa masker.
p) Kepada para ulama dan da'i yang bertugas menyampaikan khutbah agar menjadikan momentum ibadah Idul Adha ini untuk bersungguh-sungguh dalam berdo'a dan bermunajat kepada Allah swt agar umat dan bangsa kita senantiasa berada dalam keridhaan-Nya, diselamatkan dari fitnah wabah Covid-19 dan dilindungi dari segala mara bahaya yang akan merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
q) Kepada kaum muslimin kami himbau agar menahan diri dari melaksanakan berbagai kegiatan menghimpun orang banyak yang tidak menjadi ketentuan syari'at secara khusus dalam melaksanakan Idul Adha .
2. MUI Kabupaten/Kota dapat mengeluarkan maklumat teknis terkait pelaksanaan ibadah berjamaah di masjid/surau/mushalla sesuai dengan kondisi penyebaran wabah Covid-19 di daerah masing-masing dan berkoordinasi dengan MUI Sumbar dan MUI Kabupaten/Kota lainnya yang terdekat, terkait dengan wilayah yang berada di perbatasan.
III. Taushiyah
1. Menghimbau lembaga-lembaga keuangan kaum muslimin agar turun tangan (jemput bola)
untuk mengatasi beban kehidupan yang tumpang tindih menimpa umat di tengah fitnah wabah Covid-19 ini.
2. Mengajak umat Islam agar ber-Idul Adha dengan kesederhanaan dan menghindari pemborosan.
3. Menghimbau umat agar saling meringankan beban sesama muslim dalam menghadapi wabah Covid-19 ini, sebagai perwujudan hadits Nabi saw:
4. Mendorong pemerintah agar membantu ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat yang terdampak Covid-19.
5. Menghimbau seluruh pihak agar lebih mengutamakan untuk membelanjakan harta pada hal-hal berdampak kepada bergeraknya roda perekonomian masyarakat bawah serta lebih menonjolkan gerakan ekonomi "kemandirian dalam bingkai keummatan dan kebangsaan".
6. Menghimbau pemerintah untuk lebih mengutamakan bantuan kepada pengusaha UMKM karena dampak fitnah wabah covid-19 lebih tertuju kepada pondasi dasar usaha bahkan kebutuhan pokok mereka.(detik)