Kelompok Provokator Jokowi End Game Dideteksi

Kelompok Provokator Jokowi End Game Dideteksi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Seruan aksi bertajuk 'Jokowi End Game' yang ramai di media sosial nyatanya tak terbukti. 

Pemerintah telah mendeteksi kelompok provokator yang memperkeruh situasi untuk menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur.

Seruan aksi bertajuk 'Jokowi End Game' sedianya dilakukan pada Sabtu (24/7/2021). Namun aksi yang rencananya diisi dengan long march dari Glodok sampai Istana Negara tidak terjadi.

Menko Polhukam Mahfud Md sempat menanggapi soal seruan demo yang bergema di media sosial. Mahfud menyoroti 'kelompok tak murni' yang ingin memanfaatkan situasi.

"Ada kelompok murni dan ada kelompok tidak murni yang masalahnya itu hanya ingin menentang saja, memanfaatkan situasi," kata Mahfud Md dalam konferensi pers terkait situasi politik dan keamanan, disiarkan kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, Sabtu (24/7).

Mahfud menjelaskan kelompok murni ini bertolak belakang dengan kelompok tak murni. Kelompok murni ini menyerukan aspirasi karena mereka terdampak kebijakan pandemi COVID-19, sedangkan kelompok tidak murni menyerukan provokasi untuk menyerang pemerintah.

"Apapun yang diputuskan pemerintah itu diserang. Ada yang seperti itu. Kita harus hati-hati karena kelompok yang seperti ini kelompok yang tidak murni, selalu provokasi dan menyatakan kebijakan pemerintah selalu salah," kata Mahfud.

Mahfud menegaskan pada prinsipnya pemerintah terbuka terhadap aspirasi masyarakat. Penyaluran aspirasi di kala pandemi COVID-19 menurutnya sebaiknya disampaikan lewat jalur yang sesuai dengan protokol kesehatan COVID-19.

"Seperti misalnya melalui virtual meeting, webinar, dialog-dialog di televisi, happening art yang menjaga protokol kesehatan, melalui media sosial, dan sebagainya," kata Mahfud.

BIN Deteksi Kelompok Provokator
Pernyataan hampir serupa disampaikan Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto. Wawan menyebut ada kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan untuk sengaja memprovokasi rakyat untuk berdemo di tengah situasi pandemi saat ini.

Wawan awalnya membahas terkait unjuk rasa yang memang dilindungi oleh konstitusi namun sangat berbahaya jika dilakukan di tengah situasi saat ini.

"Demonstrasi atau unjuk rasa merupakan bagian dari penyampaian aspirasi yang dilindungi oleh konstitusi. Namun demikian, aksi demonstrasi di masa pandemi COVID-19 sangat berbahaya dan tidak mencerminkan jiwa patriotis karena negara dan seluruh elemen bangsa saat ini sedang berperang melawan penyebaran virus Corona," kata Wawan, saat dihubungi, Minggu (25/7).

Wawan mengatakan aksi di tengah situasi saat ini, yang juga berdasarkan penjelasan pakar dan kaidah sains, berbahaya dan cenderung memunculkan klaster baru. Karena itulah, pemerintah menerapkan kebijakan PPKM untuk membatasi kegiatan itu demi kesehatan dan keselamatan masyarakat.

"Aksi demonstrasi di tengah pandemi rentan memunculkan klaster baru penularan COVID-19. Demonstrasi selalu menghadirkan banyak orang dan cenderung mengabaikan protokol kesehatan di tengah ancaman pandemi COVID-19. Cukup banyak orang yang terlihat sehat, padahal di dalam tubuhnya terdapat virus dan bisa menularkan ke orang lain," jelasnya.

"PPKM yang menjadi sorotan dalam ajakan aksi demonstrasi, dibuat pemerintah dengan tujuan untuk memastikan kesehatan dan keselamatan warga. Siapa saja yang berencana untuk melakukan aksi demonstrasi, lebih baik menyampaikan aspirasi dengan cara lain, baik secara tertulis ataupun langsung, terlebih disampaikan dengan konsep, naskah akademik dan lain sebagainya," lanjutnya.

Namun demikian, Wawan menyinggung terkait tetap adanya kelompok yang tetap berupaya memprovokasi masyarakat. Kelompok ini, kata dia, kerap memanfaatkan aksi demonstrasi untuk memprovokasi, memperkeruh situasi, bahkan menuntut agar Presiden Jokowi mundur.

"BIN terus mendeteksi dan berkoordinasi melalui forum Kominda maupun Forkominda terkait dinamika penanganan COVID-19, termasuk mengantisipasi adanya kelompok kepentingan yang memprovokasi rakyat. 

Masyarakat diimbau untuk tidak berdemonstrasi di masa pandemi karena rentan digunakan provokator untuk memperkeruh situasi, membangun ketidakpercayaan kepada Pemerintah, bahkan menuntut Presiden Jokowi untuk mundur," ujarnya.

Mahfud Sebut Provokator Demo Ditemui
Mahfud mengatakan provokator seruan aksi Jokowi End Game telah ditemui.

"Misalnya hari kemarin dan hari ini, 'wah rame ada demo di seluruh Indonesia, akan demo besar-besaran, kepung Istana dan sebagainya', ndak ada itu. Karena apa? Itu provokator. Provokatornya kita temui," kata Mahfud dalam diskusi virtual, Minggu (25/7).

Selain itu, Mahfud mengatakan beberapa orang yang ditemukan di lokasi bukanlah peserta demonstrasi. Mereka mengaku berkumpul untuk menonton aksi.

"Sehingga kemarin yang datang demo itu menyatakan ke saya mau menonton demo, bukan mau demo, gitu. Karena yang mau memimpin nggak datang dan tidak signifikan," sebutnya.

Mahfud menegaskan sejak awal pemerintah tak pernah mengistimewakan kelompok tertentu. Dia pun mempersilakan jika ada warga yang mengkritisi kinerja pemerintah.

"Oleh sebab itu mari kita kerja sama. Kita tidak mengeksklusifkan satu kelompok masyarakat. Mari semuanya bekerja sama. Tapi, kalau memang ada kritik-kritik ya silakan saja, karena kita juga terbuka," tegasnya.(detik)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita