GELORA.CO - Satreskrim Polres Metro Jakarta Barat tengah menyelidiki kabar munculnya kartel kremasi. Penyidik sendiri kemarin (21/7) telah memanggil pemilik Yayasan Rumah Duka Abadi untuk dimintai keterangan.
“Kita baru undang klarifikasi pemilik yayasan,” kata Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Ady Wibowo kepada wartawan, Kamis (22/7).
Diketahui beberapa hari ini Yayasan Rumah Duka Abadi tengah disorot setelah kwitansi pembayaran kremasi atas namanya viral. Dalam kwitansi itu, jumlah pembayaran kremasi mencapai Rp 80 juta.
Kendati demikian, Ady belum merinci terkait hasil pemeriksaan kepada pemilik Yayasan Rumah Duka Abadi. “Masih kita dalami atau lidik,” jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Sekjen DPP PSI Danik Eka Rahmaningtiyas mendapat laporan bahwa untuk kremasi di Jabodetabek, misalnya, biaya sudah mencapai Rp 45 juta sampai Rp 55 juta. Bahkan ada yang minta Rp 80 juta. “Padahahal, dua-tiga bulan lalu, paket kremasi hanya sekitar Rp 10 juta. Kami paham soal hukum permintaan dan penawaran,” jelasnya.
’’Tapi, selayaknya ada intervensi pemerintah agar harga tidak naik gila-gilaan,” kata Danik dalam keterangan tertulisnya.
Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta membantah petugasnya menjadi calo dan memberi imbauan ke yayasan kremasi soal biaya kremasi jenazah Covid-19 yang mencapai Rp 45 juta sampai Rp65 juta. ’’Mengimbau kepada Yayasan Kremasi agar bersurat ke RS terkait penjadwalan kremasi beserta tarifnya. Sehingga, tidak terjadi tawar-menawar di lapangan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab/oknum yang merugikan masyarakat,” kata Kadis Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, Suzi Marsitawati dalam keterangan tertulis, Minggu (18/7).
Saat ini, 3 krematorium swasta di Jakarta tidak melayani kremasi jenazah Covid-19. Tiga krematorium itu adalah Grand Heaven, Pluit; Daya Besar, Cilincing, dan Krematorium Hindu, Cilincing. Dengan demikian, warga Jakarta yang ingin mengkremasi jenazah keluarga yang meninggal karena Covid-19 harus membawa jenazah itu ke luar kota. [jawapos]