GELORA.CO - Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah disebut meminta uang sumbangan masjid Rp 200 juta ke kontraktor Thiawudy Wikarso dan Petrus Yalim.
Jaksa penuntut umum pada KPK menganggap sumbangan masjid itu untuk kepentingan pribadi Nurdin.
Sumbangan masjid Rp 200 juta itu terungkap saat Thiawudy dan Petrus bersaksi di sidang Nurdin Abdullah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Makassar, Kamis (29/7/2021). Menurut Petrus, sumbangan masjid itu diberikannya ketika menghadiri peletakan batu pertama masjid di Kawasan Pucak, Maros, Desember 2020.
"Waktu itu kami diundang untuk peletakan batu pertama. Selesai acaranya, ajudan Pak Syamsul temui saya (menyampaikan) Pak Nurdin mau bangun masjid, apakah Pak Petrus mau bantu, saya bilang siap. Saya minta nomor rekeningnya dan ada nomor yayasan," ungkap Petrus di persidangan.
Petrus mengaku langsung mengiyakan permintaan sumbangan masjid itu sehingga dia mengirimkan Rp 100 juta via rekening Yayasan Masjid yang diberikan Syamsul. Syamsul sendiri merupakan ajudan Nurdin Abdullah.
Pemberian sumbangan tersebut rupanya turut diketahui oleh rekan Petrus, Thiawudy. Dia pun tak mau ketinggalan memberikan sumbangan masjid.
"Saat baru selesai acara peletakan batu pertama, kami duduk. Di meja makan siang, Pak Petrus sampaikan sama saya, saya bilang saya juga," ucap Thiawudy di persidangan.
Klaim Sumbang Masjid Untuk Amal
Ketua majelis hakim Ibrahim Palino turut mempersoalkan perkenalan Petrus dengan Nurdin Abdullah saat masih jadi Bupati Bantaeng pada 2009. Ibrahim menyebut bisa saja perkenalan tersebut agar Petrus bisa dapat proyek di kemudian hari.
Petrus kemudian berusaha menjelaskan hal itu tak ada kaitannya dengan harapan mendapat proyek. Namun, Ibrahim langsung menyelanya.
"Bukan itu, saya kan hanya tanya, yang namanya harapan, saya kenal dengan Bapak, mungkin ada tebersit dalam hati nurani saya sebagai seorang kontraktor setidak-tidaknya mungkin ada kaitannya dengan pekerjaan Saudara," desak Ibrahim.
Petrus kemudian mengakui dirinya berkenalan dengan Nurdin semasa masih menjabat Bupati Bantaeng karena ada harapan mendapat pekerjaan di kemudian hari dari Nurdin sebagai Bupati Bantaeng saat itu.
"Ya jujurnya mungkin ada, Pak," jawab Petrus.
Hakim Ibrahim Palino juga mempertanyakan niat Petrus memberi sumbangan masjid lewat Nurdin. Dia ingin tahu apakah Petrus ikhlas memberi sumbangan masjid Rp 100 juta tanpa embel-embel proyek.
"Kalau kami muslim, itu betul-betul lillahi ta'ala, kalau kami muslim ya. Agama lain seperti itu juga. Apakah itu murni betul lillahi ta'ala atau ada terkait harapan-harapan Saudara," tanya Ibrahim Palino kepada Petrus persidangan.
Pertanyaan ini dijawab Petrus dengan lugas bahwa dia ikhlas untuk amal semata. Petrus juga mengklaim dirinya pernah menyumbang pembangunan masjid dan gereja di wilayah Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat.
"Kalau saya mungkin amalnya Pak, amal saja, Pak," jawab Petrus di persidangan.
Jaksa Anggap Sumbangan untuk Kepentingan Nurdin
Jaksa KPK, Andri Lesmana, mengatakan uang yang disebut sumbangan tu ditujukan untuk kepentingan pribadi Nurdin. Uang sumbangan masjid itu disebut berasal dari kantong pribadi kontraktor, bukan dari corporate social responsibility (CSR) sebagaimana kerap diklaim oleh kedua kontraktor itu.
"Kalau kita melihat fakta tadi, kan sebenarnya itu pemberian pribadi, bukan istilahnya CSR," ucap jaksa Andri Lesmana usai persidangan.
Dia mengatakan CSR perusahaan punya aturan bila ingin dikeluarkan. Salah satunya, kata Andri, perusahaan harus ada proposal dari yayasan. Tapi dalam kasus ini, sumbangan diberikan setelah ada permintaan dari Nurdin Abdullah melalui ajudannya.
Andri menyebut Petrus maupun Thiawudy tidak mengikuti proses tersebut. Atas dasar itu, jaksa menganggap pemberian sumbangan masjid itu berujung untuk kepentingan Nurdin Abdullah.
"Karena ada dugaan kita masuk ke dalam dakwaan, ya pasti seperti itu, kita menduganya kan. Dugaan untuk kepentingan Pak Nurdin karena kan rekeningnya atas nama yayasan," katanya.(detik)