OLEH: ILHAM BINTANG
ORANG susah memang mudah terharu. Seperti itu masyarakat kita sejak dulu. Ditambah efek pandemi di Tanah Air yang berkepanjangan, sudah 18 bulan “mengendalikan” masyarakat.
Keadaan tersebut cukup menjelaskan mengapa berita Akidi Tio dengan sumbangan 2 T cepat mengharu biru masyarakat luas. Siapa yang tidak terharu? Kedermawanan keluarga pengusaha almarhum Akidi Tio menyumbang uang sebesar Rp 2 triliun. Momennya pas.
Di kala sebagian besar rakyat dan bahkan pengusaha sudah kibarkan bendera putih menyerah.
Pemerintah sendiri pun sudah kewalahan menggelontorkan bantuan sosial. Mensos Risma mengungkapkansewaktu menyampaikan bantuan sosial ke masyarakat. Setengah mengomel, Risma menyatakan pemerintah tidak bisa terus menerus membantu rakyat.
“Ayolah kalian taati protokol kesehatan. Taati aturan pemerintah, tinggal di rumah sementara waktu. Hanya dengan itu rakyat bisa membantu keadaan kembali pulih,” kata mantan Walikota Surabaya itu.
Walaupun sumbangan Akidi Tio khusus buat masyarakat Palembang, Sumatera Selatan yang terdampak pandemi, tetapi serasa oase di tengah gurun pasir bagi kita semua.
Belum Jelas
Problem kini muncul terkait sumbangan Akidi Tio. Belum ada titik terang mengenai kapan sumbangan akan diserahkan. Realisasinya seperti apa. Siapa yang berhak menampung, menyalurkan, dan dalam bentuk apa. Cash atau dalam bentuk paket sembako. Atau paket obat- obatan, oksigen dan sebagainya. Itulah kini dikejar wartawan hingga hari - hari ini. Sampai hari kelima setelah sumbangan Akidi Tio diumumkan, belum ada jawaban kongkrit atas sekian banyak pertanyaan yang berkembang di masyarakat. Banyak pihak yang sudah bicara, diwawancarai wartawan, tapi itu tadi, belum ada titik terang.
“Semakin dijelaskan, malah semakin kabur. Ibarat pohon, ranting daunnya yang rindang sampai menutup batang. Alias semakin tak jelas urusan itu,” ujar wartawan dan politikus senior Zainal Bintang.
Acara Resmi
Sekedar mengingatkan, pengumuman sumbangan Rp 2 triliun disampaikan dalam sebuah upacara resmi Senin (26/7) siang. Acaranya di Gedung Promoter Polda Sumsel Lantai 3 Jl. Jend. Sudirman KMP, Senin (26/7) siang. Dihadiri Gubernur Sumsel H. Herman Deru, SH., MM, Kapolda Sumsel Irjen Pol Prof Dr Eko Indra Heri S, MM dan Danrem 044/Gapo Brigjen TNI Jauhari Agus Suraji, S.I.P. S.Sos. Acara yang juga disaksikan oleh perwakilan seluruh pemuka agama berlangsung singkat, hanya sekitar setengah jam.
Cacat Data
Terus terang, sejak disiarkan pertama kali secara serempak oleh media, berita itu memang mengandung cacat data. Tidak ada ulasan profil usaha Akidi Tio yang mendukung sumbangannya yang amat besar. Nama anaknya, nama perusahaanya, tinggal di mana, tidak digali.
Nominal sumbangan membuat siapapun berdecak kagum. Pengusaha Peter F Gontha pun takjub.
“Luar biasa. Mungkin baru terjadi pertama kali di dunia. Orang-orang terkaya dunia seperti Jeff Bezos (Amazon), Elon Musk (Tesla), Bill Gates (Microsoft), Warren Buffet, pun belum pernah melakukan (menyumbang uang) sebesar itu, kecuali melalui Yayasan untuk kepentingan Pajak,” tulis pelopor televisi swasta di Indonesia itu di laman FB nya.
Setelah ditelusuri, berita Akidi Tio yang luas diberitakan media hanya dari satu siaran pers sumbernya.
“Gila. Beginilah berita wartawan zaman now,” sindir wartawan senior Suryopratomo, Dubes RI di Singapura.
Wartawan zaman now yang dimaksud adalah wartawan muda berbasis media digital. Yang seringkali mengandalkan kecepatan dibandingkan ketepatan.
Terkait soal satu itu bukan hanya wartawan muda yang “terperangkap” berita kurang lengkap Akidi Tio. Orangtua seperti Dahlan Iskan dan saya pun juga. Saya merasa bersalah meminta wartawan di kantor menayangkan siaran pers tanpa cek & ricek lebih dulu.
Tapi saya segera menyusulkan ulasan yang mencoba menerangkan duduk perkaranya. (Baca: “Akidi Tio, Ai Lap Yu Pul”, 27/7). Dahlan Iskan begitu. Dia menulis kembali dengan judul “Bingung 2 T”.
“Jurnalisme digital adalah jurnalisme proses,” kata Budiono Darsono, pelopor media digital di Tanah Air beberapa tahun lalu.
Seperti itulah yang terjadi sekarang. Wartawan-wartawan zaman now itu hampir tiap jam menayangkan berita hasil berburu pelbagai sumber terkait sumbangan “Rp 2 T” sebagai proses mengoreksi dan melengkapi berita terdahulu. Yang penting, tidak ada yang keukeh mempertahankan kebenaran dari sumber siaran pers itu saja.
Bayi Tabung
Bukan hanya wartawan zaman now saja ceroboh. Sama dengan masyarakat kita. Bukan sekarang saja melow atau gampang terharu. Bisa dibilang sejarah bangsa kita dilumuri peristiwa-peristiwa yang membuat mereka mudah terharu.
Makanya gampang silau segala bentuk acara “reality show” dengan motif pencitraan. Hampir lima puluh tahun lalu, di awal-awal Orde Baru, ada kasus bayi ajaib yang menghebohkan masyarakat masa itu.
Berbulan- bulan terperdaya mempercayai ada janin bayi di dalam perut bisa bicara. Tak kurang Wakil Presiden RI Adam Malik pun terperdaya. Belakangan terungkap itu modus penipuan seorang perempuan bernama Tjoet Zahara Fonna.
Perempuan itu menaruh tape recorder di atas perutnya yang ditutupi baju hamil. Siapa yang tidak terperdaya, karena bayi itu pun bisa mengaji. Harap dicatat. Saya menuliskan kisah bayi ajaib ini dalam kaitan masyarakat kita yang mudah terharu. Tidak terkait dengan motif berita sumbangan Akidi Tio.
Jika terealisasi nanti jelas itu perbuatan mulia, patut ditiru. Kita tunggu saja.