GELORA.CO - Ada banyak faktor yang sedianya diperhitungkan dalam peristiwa pemakzulan Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001 silam.
Selain dinamika politik pasca reformasi dan hubungan Gus Dur dan Megawati, ada pula kegemasan Ketua MPR RI kala itu, Amien Rais dan kelompok poros tengah yang sulit mengendalikan Gus Dur.
Begitu disampaikan Pendiri Lembaga Survei/Konsultan Politik PollMark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah dalam serial diskusi memperingati "20 Tahun Pemakzulan Gus Dur: Siapa Sang Dalang?" di YouTube Refly Harun Chanel, pada Kamis malam (22/7).
"Selain hubungan Mega dan Gus Dur, poin lain yang harus kita hitung saat itu (pemakzulan Gus Dur) ada semacam gemes atau gregetannya Pak Amien (Rais) dan poros tengah," ujar Eep Saefulloh Fatah.
Sebelum Gus Dur diangkat sebagai presiden, Eep mengaku sempat berbincang dengan Amien Rais di Hotel Mulia lantai 40. Saat itu, Amien cerita sulitnya mengendalikan Gus Dur.
"Di situlah ia (Amien Rais) cerita apa yang dinamakan 'maju kena mundur kena'. Karena Pak Amien merasa Gus Dur ini sulit sekali dikendalikan. Besoknya harus diajukan deadline sebagai calon presiden," tuturnya.
Ia menceritakan saat Amien Rais memperkenalkan Gus Dur kepada ulama Aceh. Saat itu, kata Eep, Amien hendak menceritakan sosok Gus Dur layak menjadi Presiden RI.
"Namun kemudian, di depan para ulama Aceh itu justru Gus Dur bicara dengan sangat amat berbeda. Antara lain mengatakan semestinya Mbak Mega yang jadi presiden," kata Eep.
Sehari setelah pertemuan tersebut, salah satu ulama Aceh menelepon Amien Rais dan menyampaikan ketidakyakinannya dengan Gus Dur. Namun karena waktunya sudah mepet, Amien Rais merasa pencalonan Gus Dur tidak mungkin diundur karena proses politik sudah begitu jauh.
"Pada waktu itu, Pak Amien sudah mengatakan bahwa 'ini (Gus Dur) orang akan sangat sulit untuk dikendalikan'," jelas Eep.
Dari cerita tersebut, Eep memandang rasa gregetan Amien Rais dan poros tengah berlanjut hingga Gus Dur mengeluarkan Dekrit Presiden dan puncaknya digelar Sidang Istimewa 23 Juli 2001.
"Gus Dur sendiri memang bukan orang yang mudah diajak politik akomodasi. Akomodasi yang sifatnya partisan, memihak satu kelompok tertentu itu enggak laku buat Gus Dur," pungkasnya. (RMOL)