Desak Pemerintah Gelontorkan Anggaran Bantu Rakyat, Gde Siriana: Jangan Pelit untuk Rakyat Sendiri

Desak Pemerintah Gelontorkan Anggaran Bantu Rakyat, Gde Siriana: Jangan Pelit untuk Rakyat Sendiri

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Rencana pelonggaran Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dilakukan secara bertahap mulai 26 Juli dinilai sebagai kebijakan yang salah kaprah.

Sebab, kondisi penyebaran Covid-19 di tanah air saat ini masih sangat mengkhawatirkan. Bahkan angka kematian akibat Covid-19 pun terus merangkak naik tak terkendali.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun sudah mendesak Pemerintah Indonesia untuk menerapkan penguncian wilayah lebih ketat dan luas alias lockdown agar lonjakan kasus Covid-19 bisa ditekan secara maksimal.

Sejalan dengan desakan WHO, Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf, memberi usulan lebih terperinci. Menurutnya, pemerintah tak perlu melakukan lockdown secara nasional, cukup per pulau.

Prioritas utama tentu saja di Pulau Jawa sebagai wilayah penyumbang terbanyak kasus positif Covid-19 di Indonesia.

"Selama empat minggu tidak ada migrasi dari maupun ke luar Jawa. Ada 2 macam lockdown, yaitu lockdown pulau selama 4 minggu dan lockdown di rumah saja pada 2 minggu pertama," paparnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (24/7).

Tentu saja, selama menjalani lockdown, seluruh rakyat mendapat bantuan untuk tetap bertahan hidup karena tak bisa beraktivitas seperti biasa.

Pada 2 minggu pertama, tutur Gde, lockdowndi rumah saja untuk semua penduduk Jawa. Semua orang, kaya atau miskin, harus diberikan bantuan makanan yang nilainya Rp 50 ribu per orang.

Dirinci oleh Gde Siriana, anggarannya seluruh penduduk Jawa adala 150 juta x 50 ribu x 14 hari adalah Rp 105 triliun. Plus listrik digratiskan.

Pada 2 minggu berikutnya, lanjut Gde Siriana, saat lockdown di rumah sudah dibuka dengan diasumsikan virus sudah mati di orang-orang yang tertular, hanya rakyat yang miskin diberikan insentif uang.

Yaitu untuk belanja konsumsi sebanyak Rp 5 juta per Kepala Keluarga (KK). Dengan jumlah KK mencapai 10 juta maka total anggaran yang dibutuhkan adalah Rp 50 triliun.

Jadi untuk me-lockdown Pulau Jawa, cukup dengan anggaran Rp 165 triliun, kata Gde Siriana.

"Mekanismenya tidak perlu pakai aplikasi yang bikin repot. Setiap KK punya rekening di Bank BUMN seperti BSI, BRI, Mandiri, BNI, BTN. Langsung transfer rekening. Cepat dan praktis," tambahnya.

Ditambahkan Gde Siriana, untuk kebutuhan nasional dengan anggaran Rp 300 triliun rasanya cukup. Termasuk biaya operasional pengawasan lockdown di rumah saja oleh TNI-Polri, di luar anggaran insentif Nakes dan UMKM.

Untuk Nakes sendiri, pemerintah telah mengalokasikan anggaran tahun 2021 sebesar Rp 215 triliun. Juga untuk insentif UMKM sudah dialokaskan anggaran Rp 185 triliun untuk 2021.

"Dalam situasi ini, berpikirnya adalah bagaimana menghindari potensi kerugian ekonomi yang lebih besar lagi. Misalnya 2020 kerugian ekonomi menurut Sri Mulyani Rp 1.400 triliun.  Sangat mungkin jika saat itu dilakukan lockdown dengan biaya Rp 300 triliun, kerugian ekonominya hanya katakanlah Rp 500 triliun," bebernya.

"Jadi ini seperti cut-loss dalam dunia saham. Mencegah kerugian yang lebih dalam, baik ekonomi maupun nyawa manusia. Bahkan kondisi yang kita inginkan seperti 70% vaksinasi dan herd immunity dapat tercapai lebih cepat," sambung Gde Siriana.

Soal vaksinasi massal, dijelaskan Gde Siriana, dilakukan secara massif setelah lockdown di rumah kembali dibuka. Atau dilaksanakan pada minggu ke-3 dan ke-4. Sehingg vaksinasi penduduk Jawa dalam 2 minggu kedua capai 70%.

Selanjutnya, setelah 4 minggu, Pulau Jawa dibuka lagi dengan pengetatan orang masuk dari luar pulau. Ketika kemudian diidentifikasikan ada kasus baru, segera dilokalisir lagi per distrik/kecamatan. Tidak perlu lockdown pulau.

Dituturkannya, di beberapa negara yang sudah melakukan lockdown seperti negara-negara Eropa, Vietnam, Australia, memang tidak menjamin kasus naik lagi sehingga kemudian dilakukan lockdown lagi.

Tapi setidaknya itu dapat mencegah banyak korban nyawa dan RS kolaps. Dan kuncinya adalah efektifitas pengetatan di wilayah imigrasi/bandara/pelabuhan.

Lalu lockdown pulau diterapkan di pulau-pulau lain yang kasusnya naik.

Dirinya menilai pemerintah masih bisa mengalokasikan 165 triliun untuk diberikan kepada rakyat selama lockdown 2 minggu di rumah saja  untuk penduduk Jawa.

Pertanyaannya, pemerintah mau atau tidak menggelontorkan anggaran sebanyak itu untuk diberikan secara cuma-cuma kepada rakyat?

"Pemerintah jangan pelit-pelit untuk rakyat sendiri, apalagi itu bukan uang pemerintah. Pemerintah bisa mudah dan cepat untuk mutusin bantu keuangan para taipan, kenapa untuk bantu rakyat sendiri tidak bisa cepat?" tutupnya. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita