GELORA.CO -Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengkritik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terkait pesannya kepada Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar mengkritik seperti cara Presiden ke-3 BJ Habibie.
Menurutnya, dua tokoh bangsa itu punya cara pandang berbeda.
"Almarhum BJ Habibie adalah tokoh bangsa yang punya karakter kuat, tetapi SBY juga memiliki karakter dan pandangannya sendiri dalam melihat bangsa.
SBY bukan Habibie atau Habibie bukan SBY dan tidak perlu dibanding-bandingkan, karena keduanya memiliki pandangan berbeda, namun memiliki kesamaan dan visi melihat perbaikan pada negara ini ke depan," ujarnya dalam keterangannya, Rabu (28/7/2021).
Syarief menilai pernyataan Luhut menunjukkan ketidakdewasaan dalam berpolitik di era demokrasi sekarang. Menurutnya, kritik yang disampaikan SBY pada 2018 silam lalu, itu untuk mengingatkan para pemimpin untuk tidak menakut-nakuti masyarakat dengan kekuasaan yang dimiliki.
"Mendorong Pak SBY yang sering memberikan kritikan, masukan, dan saran agar lebih banyak duduk manis dan diam itu menunjukkan tidak dewasanya LBH (Luhut Binsar Pandjaitan) sebagai pemimpin untuk menerima kritikan dari masyarakat. Padahal, kritikan itu adalah cara untuk mengingatkan Pemerintah agar jauh lebih baik," ungkapnya.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menyebut kritikan dan saran adalah bentuk check and balances dalam negara demokrasi. Dia menyebut SBY tentu wajib menyampaikan aspirasi masyarakat yang memberi masukan bukan berarti tidak menyukai Pemerintah, tetapi ingin menghidupkan check and balances.
"Kritikan itu lebih baik dibandingkan terus menerus memuja-muji di tengah banyaknya problem yang belum terselesaikan oleh pemerintah,", ungkap Syarief Hasan.
Syarief Hasan juga menyebut SBY merupakan pemimpin salah satu partai politik yang saat ini berposisi di luar pemerintahan. Dalam negara demokrasi, partai politik harus hadir sebagai tiang-tiang penyanggah demokrasi.
"Partai Demokrat sebagai salah satu partai politik yang juga bukan bagian dari koalisi punya kewajiban untuk menjaga keseimbangan demokrasi lewat kritikan dan narasi perbaikan yang membangun, bukan dianggap ingin memecah belah bangsa," jelasnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan pernyataan SBY pada 2018 lalu itu ditujukan untuk perbaikan bangsa. "Pernyataan SBY yang tentu masih relevan sampai saat ini bertujuan untuk mengingatkan para penguasa agar memperbaiki pola komunikasi dengan masyarakat. SBY berharap masyarakat sebagai orang yang menitipkan amanah kepada para pemimpin harus diayomi, bukan malah seakan-akan ditakut-takuti dengan pola komunikasi tertentu,", ungkap Syarief Hasan.
Politisi Senior Partai Demokrat ini juga mendorong Pemerintah atau penguasa untuk terbuka dengan kritikan dan saran.
"Pemerintah / penguasa harus terbuka dengan kritikan dan saran sebagai bagian dari proses koreksi dan perbaikan tata kelola negara ini. Kritikan terhadap penanganan COVID-19 misalnya, bukan berarti tidak menyukai Pemerintah tetapi ingin agar penanganannya menjadi lebih baik.", ungkap Syarief Hasan.
Ia juga mendorong agar masyarakat yang mengkritik diberikan ruang kebebasan sebagaimana jaminan UUD NRI 1945. "Masyarakat yang mengkritik harus diberikan ruang dan didengarkan.
Tidak perlu ada lagi kasus pemanggilan mahasiswa oleh rektorat kampus hanya karena mengkritik Pemerintah. Pola-pola seperti ini harus diubah sebagai bagian dari menjaga iklim demokrasi tetap berjalan baik di negeri ini," ungkap Syarief Hasan.
Teakhir, dia menuturkan Partai Demokrat sangat menghargai, menghormati semua mantan Presiden RI dan tidak pernah membanding-bandingkan satu sama lain dan SBY sebagai pemimpin yang pernah memimpin negeri ini ingin melihat munculnya perbaikan-perbaikan negeri ini lebih baik ke depan bukan sebaliknya.
"Untuk itu proses check and balance justru harus ditingkatkan bukan disuruh diam dan kalau itu terjadi maka pemerintah ini cenderung otoriter. Semoga Indonesia kedepan lebih baik dalam menegakkan Demokrasi," pungkas Syarief.(detik)