Wawancara Khusus Dengan Ketua Panitia Pembangunan Masjid At Tabayyun: Apa Salah Orang Yang Ingin Bangun Masjid?

Wawancara Khusus Dengan Ketua Panitia Pembangunan Masjid At Tabayyun: Apa Salah Orang Yang Ingin Bangun Masjid?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Untuk pertama kalinya Ketua Panitia Pembangunan Masjid At Tabayyun, Marah Sakti Siregar, bersedia bicara blak-blakan, soal polemik rencana pembangunan Masjid At Tabayyun, Taman Villa Meruya, Jakarta Barat, yang telah jadi topik hangat di media massa dalam dua bulan terakhir.

Redaksi sebenarnya memberi juga kesempatan berbicara warga pihak penggugat pembangunan masjid itu. Namun, salah satu penggugat yang dihubungi, Ir Ridwan Susanto, tak bersedia memberi keterangan.

Manajer Bank HSBC ini menjanjikan akan memberi kontak pihaknya yang punya wewenang untuk bicara. Tapi lebih satu minggu ditunggu, yang bersangkutan tak memenuhi janjinya.

Padahal, menurut catatan Redaksi, Ridwan pernah diwawancara sebuah media online ternama. Namun dalam berita itu ia tak bersedia disebut namanya. Suatu yang janggal dalam praktik jurnalistik. Itu seperti "melempar batu sambil sembunyi tangan".  

Berikut petikan percakapan dengan wartawan senior anggota Ahli Dewan Pers di Tenda Masjid At Tabayyun, Kamis subuh (24/6):

Bung Marah, Anda dituduh memaksakan kehendak untuk membangun Masjid At Tabayyun di komplek TVM. Ada tanggapan?

Begitulah kawan-kawan di komplek tempat tinggal kami. Sering tidak bijak untuk mengatakan tak paham terhadap pernyataannya sendiri. Kami itu mengurus proses perizinan sejak 2018, tiga tahun lalu. Semua kelengkapan izin dari banyak instansi terkait, kami urus sejak itu. Rekomendasi dari FKUB Jakarta Barat kami urus 10 bulan, dan FKUB DKI 6 bulan.

Dari yang terakhir baru kami terima 17 Juni lalu. Proses itu rasanya sudah menjelaskan kami sabar ikut proses, tidak memaksakan kehendak. Gagasan pembangunan Masjid At Tabayyun artinya sudah diuji oleh Pemprov DKI beserta 14 instansi yang terkait. Begitu pun dengan FKUB. Masak memaksakan kehendak urus izin sampai hampir tiga tahun.

Teman-teman yang menggugat tidak tahu kami bolak-balik ke kantor instansi dan lembaga memverifikasi data. FKUB itu memeriksa permohonan kami berdasarkan Pergub DKI No 83/2012 "Tentang Prosedur Pemberian Persetujuan Pembangunan Rumah Ibadat". Untuk masjid harus ada 90 warga Muslim dan 60 tokoh masyarakat di sekitar. Pernyataan warga harus di atas materai dan disertai fotocopy KTP. Semua itu harus disahkan lagi oleh lurah dan camat. Validasinya berlapis-lapis. Keputusan pembangunan masjid sudah berdasarkan kehendak banyak pihak. Mestinya begitu kan berpikirnya sebagai warga negara yang baik.

FKUB beranggotakan seluruh pemuka agama dari enam agama yang diakui negara. Yang memimpin pemeriksaan pengajuan kami perwakilan Umat Katolik. Pemimpinnya datang sendiri ke lokasi dan bertemu serta berdialog dengan para penggugat.

Saya ingat waktu pertemuan dengan FKUB DKI yang hadir mayoritas penggugat. Karena pandemi, panitia masjid hanya tiga orang yang hadir. Saya sebenarnya sedih mengingat itu. Karena penggugat banyak yang datang, teman penggugat sampai tega meneriaki dan mengejek Ketua RT kami. Padahal yang bersangkutan orang tua, tokoh masyarakat di sini. Saya sampai bertanya dalam hati, apa dosa kami diperlakukan begini?

Menurut replik Penggugat, Anda membentuk  panitia pembangunan masjid secara diam-diam. Tidak pernah sosialisasi. Benarkah?

Saya terangkan ya. Ada dua langkah awal yang kami tempuh. Ini mengikuti  aturan Pergub DKI 83. Kami terlebih dulu mengontak dan mengumpulkan  warga Muslim di komplek. Jumlahnya cukup apa tidak, sesuai syarat yang dituntut Pergub itu: 90 jemaah dan 60 tokoh masyarakat berbagai kalangan yang mendukung.

Ternyata, meskipun kelihatan warga Muslim di TVM minoritas, namun  jumlahnya melebihi yang dipersyaratkan. Itu belum termasuk ART, Satpam, Supir, dan tukang kebun. Di TVM ada 527 KK, minimal separuhnya itu punya ART, supir, satpam, dan tukang kebunnya Muslim.

Lalu kami bentuk panitia. Kemudian mengirim surat ke Pemprov DKI meminta izin penggunaan lahan Ruang Hijau Terbuka di komplek itu. Kenapa kami menyurat ke Gubernur DKI, karena pengembang TVM sudah mengembalikan RTH itu kepada Pemprov DKI. Ada dua papan pengumuman di lokasi yang dipasang oleh Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD). Isinya: lahan itu milik Pemprov DKI. Ada ancaman sanksi hukum bagi yang mendirikan bangunan tanpa izin. Kepada Gubernur lah kami minta izin.

Di repliknya, Hartono sakit hati betul kami tidak minta izin sama warga. Warga yang mana? Kami kan juga warga. Yang punya tanah Pemprov, bukan warga. Semua Penggugat tahu itu.

Makanya, tempo hari kami geli sendiri ketika saudara Hartono menentang keras pembangunan masjid dalam sebuah pertemuan. Ia berdalih tanah itu sudah belasan tahun ditempati bangunan kantor RW. Katanya, dialah yang memperjuangkan pembangunan kantor itu.

Hartono dalam gugatannya memang menjadikan itu salah satu alasannya juga. Dia mungkin lupa, pada pertemuan membahas pembangunan masjid dengan warga yang diwakili ketua-ketua RT, ada teman yang mengingatkan dia. Bahwa klaim Hartono itu melanggar hukum karena klaim di atas tanah RTH. Sebab kami tahu kantor RW tak mengantongi izin dari Pemprov serta IMB. Itu sih salah kami semua juga. Oh, iya. Mengenai status tanah RTH kamilah yang pertama kali memberi tahu Hartono. Barulah setelah itu pakai dalil  RTH untuk menggugat.

Anda sudah baca Repliknya tertanggal 22 Juni? Hartono mengubah lagi keterangannya. Dia bilang sudah 30 tahun lahan RTH (kosong) dinikmati warga TVM sebagai Taman. Dia tak menyebut lagi kantor RW. Saya khawatir warga TVM tidak membaca Replik Kuasa Hukumnya yang gonta-ganti dalil, sering menentang sendiri dalilnya. Warga tidak tahu mereka dibenturkan ke sana kemari oleh Kuasa Hukum 10 Penggugat itu.

Soal sosialisasi yang disinggung Hartono dalam repliknya?

Kami ini berteman dengan hampir semua warga TVM, kawan jalan pagi di komplek. Kami sering saling memenuhi undangan, acara kawinan dan acara lain. Sampai sekarang. Makanya ada yang tidak tahan dengan situasi sekarang. Mereka curhat jadi tak enak hati gara-gara satu dua warga yang punya rasa permusuhan. Ada juga yang lapor dimintai urunan sumbangan untuk pengacara urus gugatan sampai berhasil. Warga yang tidak ikut-ikut kami tetap jaga kontak. Kadang-kadang kita tertawakan satu dua penggugat dimaksud.

Sebelum itu sebenarnya rencana membangun masjid sering dibahas. Sebelum saya tinggal di komplek ini. Malah dulu waktu Ketua RW Eko Musbandi. Tapi begitu ganti Ketua RW menguap lagi rencana itu.

Secara pertemanan kami tidak ada masalah dengan mayoritas warga. Pak Ilham, Ketua Dewan Pengarah Masjid At Tabayyun dulu sering pergi berwisata kuliner ke berbagai daerah. Beberapa kali wisata kuliner ke Makassar, bersama keluarga yang rombongannya 40 orang.

Mengenai pemberitahuan secara resmi soal masjid kami lakukan tanggal 3 November 2019. Tidak lama setelah keluar izin prinsip dari Gubernur DKI. Ingat itu izin prinsip. Untuk mendapatkan izin definitif butuh waktu lagi. Mesti melalui belasan instansi terkait ditambah FKUB tadi.

Pertemuan waktu itu diinisiasi Ketua RW Jakarta di TVM, Irjenpol (Purn) DR Burhanuddin Andi. Beliau juga yang memimpin rapat.

Hasil pertemuan itu?

Lahir dua opsi. Penggugat mengusulkan lahan di dekat St John seluas 312 meter persegi untuk masjid. Lahan itu memang disediakan pengembang untuk sarana ibadah. Tapi jangan lupa. Pertama, sarana ibadah dimaksud tidak  secara spesifik untuk masjid. Kita menganggap itu untuk 6 agama yang sah di negeri ini. Berdasar prinsip keadilan, maka tiap agama punya jatah space 50 meter persegi.

Karena pertimbangan itu, kami mengusulkan  opsi di lahan RTH di komplek. Ketua RW Irjenpol DR Burhanuddin mengambil jalan tengah. Dua pihak diberi kesempatan masing-masing mengurus izin untuk lokasi pilihannya. Khusus untuk lokasi di Blok D1 seluas 312 meter persegi, penggugat menjanjikan untuk sekalian mengurus tambahan 1.000 meter persegi buat masjid. Deal. Kami sepakat. Malah, kalau tak salah ingat, masa untuk mengurus izin diberi waktu tiga bulan. Semula ada yang mengusulkan sebulan.

Dalam replik, Hartono kok tidak mengungkap soal kesepakatan dalam pertemuan itu. Kenapa?

Itulah. Memang ada banyak yang disembunyikan oleh yang bersangkutan. Ada juga yang tiba-tiba disangkal. Padahal, itu pernyataannya sendiri. Anda sebaiknya tanya dia. Kami punya bukti kuat pertemua dan kesepakatan tersebut. Ada absensi, foto, dan notulen rapat. Bukti lain yang menunjukan mereka telah menyerap isi 3 November, juga ada.

Di antaranya, surat pengantar yang mengatasnamakan Forum Warga Meruya kepada Ketua RW 010. Ada juga surat pengantar kepada Ketua RT 002 Pak Ending Ridwan. Hendro Hananto Putro malah menandatangani pernyataan akan bertindak sesuai isi kesepakatan 3 November. Itu akan jadi bukti kuat di PTUN. Itu sulit disangkal.

Apa lagi bukti lain yang dimiliki Panitia Masjid?

Banyak lah. Sabar. Itu nanti diungkap dalam persidangan. Agendanya bulan depan, setelah kuasa hukum kami menyampaikan duplik 29 Juni.

Satu contoh lagi, biar lengkap

Soal sosialisasi? Nah ini menarik. Saya terangkan sedikit. Setelah pertemuan 3 November itu, Hendro ini lah yang paling aktif "mensosialisasikan" rencana pembangunan masjid. Awalnya kami apresiasi dia. Proaktif. Dia membantu sosialisasi dengan menggalang pendapat warga melalui acara voting.

Semula kami mengira itu kebutuhan pihak dia, "Forum Warga TVM" untuk memuluskan jalannya memproleh izin pemerintah dapat tambahan lahan masjid di Blok D1. Sesuai opsi yang mereka maui. Sebelum kami menyurat ke berbabagai instansi, surat mereka sudah masuk duluan. Ke FKUB juga mereka duluan menyurat. Apa itu bukan sosialiasi namanya? Dalam pengertian lain, mereka juga sudah sudah menguji aspirasinya. Bagus. Sama yang kami lakukan.

Hasilnya?

Nah! Ini dia. Seperti pengakuan dia di dalam pertemuan pimpinan FKUB di lokasi, tidak ada satu pihak pun yang dikirimi surat itu menanggapinya. Itu yang tidak dibahas Hartono dalam repliknya. Bukti rekaman pernyataan itu kami juga punya. Akan disampaikan kepada Majelis Hakim PTUN pada waktunya nanti. Di replik, berlembar-lembar halaman Hartono habiskan  menyoal sosialisasi dan menuduh kami memaksakan kehendak.

Dalam repliknya Hartono mengajukan permohononan penundaan pembangunan masjid sampai ada putusan inkragh (putusan hukum yang bersifat tetap). Tanggapan Anda?

Itu mau dia. Aspirasi dia. Bebas saja. Jangan itu, Hartono bahkan pernah mensomasi panitia suruh membongkar Tenda Masjid yang dibangun panitia untuk beribadah sejak bulan Ramadhan. Seluruh warga Muslim sekeliling kami, marah. Bukan hanya sekeliling, rasanya se-Indonesia Raya deh. Hampir saja dia diamuk kalau kami enggak cepat redakan. Massa sudah berdatangan. Kami bilang, yang kita mau bangun ini masjid. Tempat suci. Itu sebaik-baik tempat beribadah bagi umat Islam. Jangan ganggu. Jangan bikin gaduh. Mereka patuh.

Apa langkah Anda soal permohonan Hartono itu?

Gampang saja. Kami juga warga sah TVM. Kalau Anda baca replik Hartono, dia memecah warga. Diksi yang dipakai untuk kliennya, "warga sah TVM". Kami digolongkan warga kelas dua, tidak dihitung. Kami juga warga TVM. Punya peluang sama, akan meminta hakim memutuskan sebaliknya. Kami sudah punya modal besar. Yaitu seluruh instansi pemerintah dan FKUB mengizinkan dan mensupport. Terakhir, Selasa (22/6) Tim Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mendaftar ke PTUN menjadi Tergugat Intervensi III.

Masak sih mau bangun masjid, mengantongi perizinan, dihentikan oleh hanya permintaan Hartono. Kacau hukum dibuat main-main begini. Besok-besok Hartonobbisa juga menghentikan pembangunan infrastruktur. Saya sudah memberitahu warga usul Hartono itu bukan fakta hukum. Kami yakin Majelis Hakim yang terhormat sangat rasional.

Bagaimana dengan kantor RW di sana?

Itu urusan Pak RW dan RT untuk membahas relokasinya. Dalam pertemuan via zoom Rabu malam, yang saya juga hadiri sebagai warga, Ketua RW membahas itu dengan para ketua RT dan tokoh masyarakat di TVM. Ada tiga opsi untuk lokasi. Sebagai warga kami akan ikut mendukung. Soal pengosongan lahan pembongkaran kantor RW aparat Pemprov yang melaksanakannya. Kami kontrak sewa lahan itu dalam kondisi status kosong.

Oh iya, satu lagi, Anda dituduh sudah sejak 2018 mengincar lahan RTH itu. Betul?

Betul sekali. Apa yang salah? Bukan saja tahun 2018. Lebih ke belakang lagi. Waktu baru pindah ke TVM saya sudah gelisah komplek ini kok tidak ada masjid. Kami sudah cari lahan yang cocok. Kok para RT tidak ada yang mengusahakan perlunya masjid untuk warga Muslim?

Di seberang samping rumah saya ada gereja besar MKK. Tiap acara perayaan hari besar Umat Nasrani, jemaahnya berdatangan dari mana-mana. Parkir mobilnya mengular sampai depan rumah. Kami senang saja. Bersyukur warga non-Muslim yang mayoritas di TVM sudah punya tempat ibadah yang jaraknya dekat. Sepelemparan batu dari komplek. Apakah karena begitu mayoritas Ketua RT di sini non-Muslim sehingga tak terpikir memenuhi kebutuhan warganya yang beda agama? Wallahualam.

Sekali lagi, apa yang salah pada orang yang memimpikan bangun masjid di lokasi ideal yang bagus dan memperjuangkannya? Coba Anda tanyakan Hartono apa ada pelanggaran hukum orang yang punya niat seperti itu? (RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita