GELORA.CO - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta keterlaluan karena memotong hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari hingga 6 tahun penjara. Diketahui, hukuman Pinangki dipotong dari 10 menjadi 4 tahun penjara pada tingkat banding.
"ICW menilai putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sudah benar-benar keterlaluan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Senin (14/6).
"Betapa tidak, Pinangki semestinya dihukum lebih berat, 20 tahun atau seumur hidup, bukan justru dipangkas dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara," sambungnya.
Kurnia mengingatkan, bahwa Pinangki melakukan kejahatan saat menyandang status sebagai jaksa yang merupakan penegak hukum. Hal ini, kata Kurnia, seharusnya merupakan alasan utama pemberat hukuman.
Selain itu, Pinangki juga melakukan tiga kejahatan sekaligus, yakni suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat. Dengan kombinasi ini saja, kata dia, publik sudah bisa mengatakan bahwa putusan banding Pinangki telah merusak akal sehat publik.
Kurnia mengatakan, putusan PT DKI Jakarta ini memperlihatkan secara jelas bahwa lembaga kekuasaan kehakiman kian tidak berpihak pada upaya pemberantasan korupsi.
Dalam pemantauan ICW, rata-rata hukuman koruptor sepanjang tahun 2020 hanya 3 tahun 1 bulan penjara. Dengan kondisi ini, kata dia, semestinya para koruptor layak untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mahkamah Agung.
"ICW juga menagih janji KPK untuk melakukan supervisi atas perkara tersebut. Sebab, sebelumnya KPK pernah mengeluarkan surat perintah supervisi," kata Kurnia.
Namun, ucapnya, wacana kebijakan itu hanya sekadar lip service semata. Alih-alih menjadi agenda prioritas, Pimpinan KPK malah sibuk untuk menyingkirkan sejumlah pegawai dengan Tes Wawasan Kebangsaan yang penuh dengan kontroversi itu.
Jaksa dinilai harus segera mengajukan kasasi untuk membuka kesempatan Pinangki dihukum lebih berat. Selain itu, Ketua Mahkamah Agung didesak harus selektif dan mengawasi proses kasasi tersebut.
"Sebab, ICW meyakini, jika tidak ada pengawasan, bukan tidak mungkin hukuman Pinangki dikurangi kembali, bahkan bisa dibebaskan," ucap Kurnia.
Klaster Penegak Hukum
Dalam perkembangan perkara korupsi Jaksa Pinangki, ICW masih melihat ada beberapa kelompok yang belum diusut oleh Kejaksaan Agung. Salah satunya klaster penegak hukum.
Sebab, kata Kurnia, mustahil Pinangki bergerak sendiri dan melakukan kejahatan bersama dengan buronan Djoko Tjandra.
"Pertanyaan sederhananya yang belum terjawab: bagaimana mungkin Joko S Tjandra dapat percaya begitu saja dengan Jaksa yang tidak menduduki jabatan strategis seperti Pinangki? Apakah ada pihak yang menjamin Pinangki agar Joko S Tjandra percaya lalu sepakat untuk bekerja sama?" ucapnya.
"Untuk itu, ICW merekomendasikan agar Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung menelusuri kejanggalan di balik putusan tersebut," pungkasnya. []