GELORA.CO - Jumlah pihak yang menandatangani petisi daring penolakan tambang di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut), terus bertambah. Saat ini tercatat sudah lebih dari 69 ribu orang meneken petisi tersebut.
Dilihat detikcom, Sabtu (12/6/2021) per pukul 11.12 WIB telah ada 69.125 orang yang menandatangani petisi berjudul 'Sangihe Pulau yang Indah, Kami TOLAK Tambang!' tersebut.
Pihak yang tanda tangan petisi itu terus bertambah. Di situs tersebut tertulis 'petisi ini menjadi salah satu petisi paling banyak ditandatangani di Change.org'.
Petisi itu dibuat oleh Save Sangihe Island (SSI), yang terdiri dari Badan Adat Sangihe, Yayasan Suara Nurani Minaesa, WALHI Sulut, YLBHI-LBH Manado, KNTI-Sangihe, Perkumpulan Sampiri Sangihe, Burung Indonesia, Forwas, FPMS, Kopitu Sangihe, AMAN Sangihe, IMM-Sulut, GAMKI Sangihe, Pemuda GMPU, Komunitas Seni Visual Secret, GP Ansor Sangihe, LMND Sulut, Gapoktan Organic Sangihe, AMPS, Kesatuan Pemuda Pegiat Budaya Sangihe, Kesatuan Kapitalaung (Kepala Desa) Menolak Tambang Sangihe, MPA Anemon, KPA Mangasa Ngalipaeng, KPA Spink, Sangihe Drivers Club, dan Sanggar Seriwang Sangihe.
SSI memohon kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar IUP dari perusahaan tambang di Pulau Sangihe bisa dicabut. Mereka mengenang Jokowi yang pernah datang ke salah satu pulau terluar Indonesia tersebut.
"Sebagaimana Bapak Presiden Jokowi tentu tahu kondisi kami karena sudah pernah datang menginjakkan kaki di Kepulauan Sangihe. Sehingga kami mendesak kepada Bapak Presiden Joko Widodo, agar memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencabut Ijin Usaha Pertambangan Produksi PT. Tambang Mas Sangihe, membatalkan ijin lingkungan oleh Dinas PTSP Provinsi Sulawesi Utara, dan membiarkan pulau kami tetap seperti saat ini," demikian isi petisi tersebut.
Selain kepada Jokowi, petisi itu juga ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Arifin Tasrif, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Dalam petisi itu, disebutkan telah keluar IUP tambang SK Produksi bernomor 163.K/MB.04/DJB/2021 dengan luas konsesi sebesar 42 ribu hektare (420 km persegi). SSI menyebut luas konsesi tersebut mencapai setengah dari luas Pulau Sangihe yang luasnya 736 km persegi.
"Dalam UU Nomor 1 Tahun 2014, pulau-pulau dengan luas daratan kurang dari 2.000 km persegi dikategorikan sebagai pulau kecil dan tidak boleh ditambang. Sedangkan pulau kami hanya berukuran 736 km persegi. Namun entah apa yang ada di benak para pejabat itu sehingga memberi izin kepada perusahaan asing untuk membongkar daratan pulau ini," katanya.
Mereka khawatir tambang akan membuat lahan pertanian warga hilang. Tambang juga merusak hutan sehingga membuat satwa dan dan tanaman endemik terancam punah.
SSI menyatakan hutan menjadi penopang hidup masyarakat, menjadi hulu dari seluruh sungai yang mengalir di setiap kampung. Keberadaan tambang membuat masyarakat takut mata air terputus dan tercemar.
"Belum lagi, jika tambang yang hendak beroperasi hingga 2054, maka limbah beracunnya, kalau di darat akan masuk ke mata air dan sumur-sumur kami. Jika ke laut, akan mencemari bakau dan karang tempat ikan-ikan kami bertelur dan mencari makan. Lalu kami pun akan memakan ikan yang mengandung racun itu. Ini artinya kami hendak dibunuh perlahan-lahan," ujarnya.
Wabup Sangihe Pernah Tolak Tambang
Wakil Bupati (Wabup) Kepulauan Sangihe Helmut Hontong sempat mengirim surat pembatalan izin tambang PT Tambang Mas Sangihe ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Surat pembatalan izin tambang itu dikirim Helmut atas inisiatif pribadi, bukan mengatasnamakan Pemkab Sangihe.
"Pemerintah tidak ada (mengirim surat pembatalan izin tambang PT Tambang Mas Sangihe). Dalam kapasitas pemerintah. Mungkin beliau itu menyurat dalam kapasitas pribadi," kata Sekda Kabupaten Kepulauan Sangihe Harry Wollf ketika dimintai konfirmasi detikcom, Jumat (11/6).
Surat pembatalan izin tambang itu diketahui dikirim Helmut kepada Kementerian ESDM pada 28 April lalu.
Selaku Sekda Sangihe, Harry mengaku tidak tahu banyak tentang isi surat tersebut. Malah surat itu baru diketahui setelah viral di media sosial (medsos).
Kematian Janggal Wabup Sangihe
Diketahui, Wabub Helmud Hontong meninggal dunia saat dalam penerbangan rute Denpasar-Makassar. Setelah dokter yang ada di pesawat melakukan pemeriksaan, Helmud Hontong dinyatakan meninggal dunia.
Pejabat Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Kabupaten Sangihe, Maya Budiman, mengungkapkan bahwa Helmud menumpang pesawat dengan nomor penerbangan JT740. Helmud menempati tempat duduk nomor 25E, ditemani ajudannya, Harmen Kontu, yang duduk di kursi nomor 25F.
"Pukul 16.17 saat di Bandara Hasanudin Makassar, dokter dan perawat segera naik ke pesawat untuk mengecek kondisi Bapak Helmud yang sudah tidak sadarkan diri," kata Maya, Rabu (9/6).
Ajudan Wabup, Harmen Rivaldi Kontu mengatakan Wabup Helmud sempat memberitahukan kepadanya jika sudah merasa pusing. Pada saat itu, dia diminta untuk menggosokkan minyak kayu putih di bagian belakang dan leher.
Helmud disebut sempat mengeluarkan darah dari mulut dan hidung. Jenazah Helmud kini telah berada di Sangihe.
"Sekitar 5 menit itu saya lihat bapak langsung tersandar. Saya panggil dan kore-kore (colek) namun sudah tidak ada respons lagi. Saya langsung panggil pramugari, namun tetap bapak tidak ada respons. Kemudian keluar darah lewat mulut. Tak lama kemudian darah keluar dari hidung," kata Harmen ketika dimintai konfirmasi detikcom di Pelabuhan Manado, Kamis (9/6).( Dtk)